Jum`at, 29 Agustus 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Panwaslih Aceh: Pemisahan Pemilu Momentum Angkat Isu Lokal

Panwaslih Aceh: Pemisahan Pemilu Momentum Angkat Isu Lokal

Kamis, 28 Agustus 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Fahrul Ridzha Yusuf, Komisioner Panwaslih Provinsi Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal dinilai sebagai momentum penting bagi Aceh dalam memperkuat demokrasi yang lebih sehat, berdaulat, dan berpihak pada isu-isu daerah.

Hal itu disampaikan oleh Fahrul Ridzha Yusuf, Komisioner Panwaslih Provinsi Aceh yang menilai pemisahan tersebut memberi ruang lebih luas bagi masyarakat untuk benar-benar fokus pada kepentingan lokal, bukan sekadar larut dalam isu-isu nasional yang kerap mendominasi dalam pemilu serentak sebelumnya.

“Kalau kita lihat, ketika pemilu serentak kemarin, isu-isu lokal itu agak terabaikan. Yang lebih banyak muncul adalah isu nasional. Dengan adanya pemisahan, karakteristik isu pembangunan di daerah bisa lebih spesifik dikampanyekan,” ujar Fahrul di Banda Aceh kepada media dialeksis.com, Kamis, 28 Agustus 2025.

Menurutnya, pemilu lokal yang mencakup pemilihan DPR Aceh, DPRK, bupati, wali kota, hingga gubernur, akan lebih menonjolkan isu kearifan lokal serta visi dan misi partai politik yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat di daerah.

“Ini hal positif, karena isu-isu pembangunan Aceh bisa dikampanyekan secara lebih mendalam. Selama ini, kampanye isu daerah hanya terjadi pada pilkada saja. Dengan format baru ini, isu-isu lokalistik Aceh bisa lebih mencerdaskan pemilih,” jelasnya.

Fahrul menilai pola kampanye juga akan lebih dekat dengan rakyat. Jika sebelumnya dominan berupa pemasangan alat peraga kampanye (APK), maka ke depan ia berharap interaksi langsung dalam pertemuan tatap muka akan lebih diutamakan.

Namun, Fahrul juga mengingatkan adanya konsekuensi terkait pembiayaan politik. Dengan pemilu yang terpisah, partai politik maupun kandidat harus mengeluarkan biaya kampanye lebih dari sekali.

“Setiap kontestasi pasti memerlukan dana kampanye, baik di pemilu nasional maupun pemilu lokal. Itu bagian dari operasionalisasi politik. Yang penting adalah bagaimana kampanye itu tidak berbasis pada money politics, tidak ada lagi praktik beli suara,” tegasnya.

Ia menyebutkan, momentum ini seharusnya dipakai partai politik untuk menghadirkan kampanye yang lebih mendidik, bukan sekadar transaksi politik sesaat.

Sebagai daerah dengan status kekhususan, Fahrul menegaskan Aceh harus bisa menjadi contoh pelaksanaan pemilu yang damai, beretika, dan bernuansa islami.

“Aceh harus mampu bukan hanya menjamin pemilu yang damai, tapi juga menghadirkan semangat islami dalam setiap prosesnya. Para kontestan sebaiknya mendeklarasikan semangat itu sejak awal,” ucapnya.

Di akhir, Fahrul menyampaikan harapannya agar putusan MK ini menjadi momentum membangun gerakan politik yang sehat di Aceh. Ia menekankan pentingnya pendidikan politik, kaderisasi, hingga penguatan literasi demokrasi bagi masyarakat.

“Harapan kita adalah agar pendidikan politik lebih masif. Rakyat harus semakin cerdas, partai politik juga harus menjalankan kaderisasi dengan baik. Dan yang terpenting, isu-isu lokal di Aceh jangan sampai hilang, tapi harus benar-benar dijaga,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka