Rabu, 03 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Pernyataan Ketua DPRA Dinilai Gimmick, Tapi Cerminan Aspirasi Rakyat Aceh

Pernyataan Ketua DPRA Dinilai Gimmick, Tapi Cerminan Aspirasi Rakyat Aceh

Selasa, 02 September 2025 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Pemerhati Sosial Politik Aceh, Syahril Ramadhan. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pernyataan Ketua DPRA Zulfadhli alias Abang Samalanga yang viral dalam aksi massa beberapa waktu lalu menuai beragam pandangan. Sebagian kalangan menilainya sekadar gimmick politik, sementara lainnya melihatnya sebagai cermin aspirasi rakyat Aceh. 

Pengamat politik sekaligus antropolog Unimal, Teuku Kemal Fasha, menilai pernyataan tersebut lebih bersifat tendensius dan spontan. Menurutnya, ucapan itu lahir sebagai refleks seorang pemimpin untuk menguasai situasi di tengah massa.

Sementara itu, Pemerhati Sosial Politik Aceh, Syahril Ramadhan, justru melihat langkah Abang Samalanga tepat dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPRA. Menurutnya, dalam kondisi genting, seorang pejabat publik sulit untuk bersikap pasif.

“Ketua DPRA saat itu menyampaikan pandangan di hadapan massa aksi, bukan di ruang tertutup. Itu harus dipahami sebagai bentuk aspirasi, yang bisa jadi juga merepresentasikan keresahan sebagian masyarakat Aceh,” kata Syahril.

Ia menambahkan, pernyataan Ketua DPRA mencerminkan masih adanya jarak antara Aceh dan Jakarta. Hal itu menjadi pesan bahwa wakil rakyat di Aceh tetap berkewajiban menyalurkan aspirasi rakyat, khususnya terkait komitmen politik yang belum sepenuhnya ditunaikan pemerintah pusat dalam MoU Helsinki maupun UUPA.

“Pernyataan itu lahir karena DPRA menghadapi beban moral sekaligus politik. Ketika rakyat menagih, mereka dituntut untuk bersikap. Dukungan terbuka terhadap tuntutan massa, meskipun ekstrem, sering kali menjadi pilihan paling realistis agar aspirasi Aceh tetap terjaga,” ujarnya.

Syahril juga menyoroti suasana demonstrasi yang berlangsung di Aceh. Menurutnya, massa aksi membawa bendera Aceh (bintang bulan) dan menyanyikan Hymne Aceh sebagai simbol bahwa isu yang diangkat berbeda dengan dinamika nasional.

“Aceh punya lanskap politik sendiri. Aspirasi rakyat lebih fokus pada penguatan otonomi khusus, simbol bendera, penolakan terhadap penambahan batalion, dan mengingatkan agar pusat tidak kembali mengingkari janji,” ungkapnya.

Ia menekankan, demonstrasi di Aceh bahkan menjadi bukti kedewasaan politik daerah. Berbeda dengan sejumlah aksi di pusat yang berujung ricuh, di Aceh unjuk rasa berlangsung damai tanpa pembakaran maupun korban jiwa.

“Ini membuktikan bahwa Aceh tidak mudah ditarik dalam turbulensi politik nasional. Justru momentum nasional sering dipakai untuk menyuarakan kepentingan khas Aceh,” tutup Syahril.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka