Jum`at, 05 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Risman Rachman Nilai Suara Mahasiswa Dibajak, Desak Reformasi Total DPR dan DPRA

Risman Rachman Nilai Suara Mahasiswa Dibajak, Desak Reformasi Total DPR dan DPRA

Jum`at, 05 September 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Pemerhati sosial politik, Risman Rachman. [Foto: dok. dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Aksi ribuan mahasiswa di Aceh pada 1 September 2025 membawa tujuh tuntutan yang dianggap substansial dan menyentuh akar persoalan politik. Salah satunya adalah desakan reformasi total Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Koordinator lapangan aksi, Misbah, menegaskan reformasi menyeluruh itu penting untuk menghapus budaya korupsi di parlemen. “Hapus budaya korup, perbaiki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tolak wakil rakyat yang anti-demokrasi dan pro-oligarki,” ujarnya dalam orasi.

Namun, perhatian publik justru bergeser ketika di tengah aksi muncul pernyataan tambahan yang menawarkan opsi agar Aceh memisahkan diri dari pemerintah pusat. Kalimat singkat itu segera menyita sorotan dan membuat tujuh tuntutan mahasiswa seakan lenyap di balik riuh isu pemisahan.

Pemerhati sosial politik, Risman Rachman, menilai suara mahasiswa yang murni dibajak oleh isu politik sesaat. Melalui unggahan di laman Facebook pribadinya 4 September 2025, ia mempertanyakan motif di balik hadirnya wacana “pisah” Aceh yang tiba-tiba diselipkan di panggung mahasiswa.

“Kalau itu memang tuntutan rakyat yang ditangkap oleh DPRA, kenapa harus dititipkan pada gerakan mahasiswa? Kenapa harus membajak panggung milik mahasiswa?” tulis Risman yang dilansir oleh media dialeksis.com pada Jumat (5/9/2025).

Menurutnya, manuver tersebut justru kontraproduktif. Alih-alih memperkuat posisi mahasiswa, wacana itu malah menggeser arah perjuangan dan menutup ruang diskusi soal reformasi parlemen. 

“Atau, sebegitu bahayakah tujuh tuntutan itu hingga perlu ditutupi dengan isu yang bisa menggeser perhatian luas?” ujarnya.

Risman menilai mahasiswa perlu menguatkan desakan agar reformasi parlemen dimulai dari perombakan model kepemimpinan dewan. Ia mengusulkan empat model alternatif yang bisa dipertimbangkan.

Pertama, model kolektif tanpa ketua tunggal. Dalam pola ini, jabatan Ketua Dewan dihapus dan diganti forum pimpinan bersama yang mengambil keputusan secara kolektif.

Kedua, model presidium terbuka. Pimpinan dibentuk lintas fraksi dan daerah pemilihan dengan sistem bergilir sesuai isu.

Ketiga, model berbasis kinerja. Pimpinan dievaluasi tiap triwulan oleh badan independen yang melibatkan akademisi, jurnalis, dan masyarakat sipil.

Keempat, model dewan tanpa pimpinan formal. Semua anggota memiliki hak bicara setara, sementara moderator sidang dipilih secara ad hoc sesuai agenda.

Menurut Risman, keempat model itu bertujuan mendorong praktik demokrasi yang lebih terbuka, transparan, dan terhindar dari dominasi elite politik.

Ia menekankan, tujuh tuntutan mahasiswa tak boleh direduksi oleh isu pemisahan. “Demo 1 September 2025 jelas bukan ajang minta Aceh pisah. Demo itu ekspresi rakyat yang minta DPR Aceh tidak memisahkan diri dari rakyat,” tegas Risman.

Ia menilai reformasi total DPR dan DPRA merupakan pintu masuk untuk membenahi sistem dari dalam. “Tuntutan itu adalah manifesto rakyat Aceh yang muak dengan elit yang bicara besar tapi bekerja kecil,” katanya. [ra]

Keyword:


Editor :
Indri

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
damai -esdm
bpka