DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Aceh memasuki babak baru setelah melewati serangkaian polemik internal. Konflik di tubuh organisasi ini sempat memanas akibat penunjukan tim caretaker oleh Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, yang ditentang oleh kepengurusan daerah lama.
Puncaknya, Said Rizqi Saifan muncul sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Aceh periode 2025 - 2028, terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) dan resmi dilantik pada awal November 2025. Berikut perjalanan konflik hingga konsolidasi di HIPMI Aceh yang berujung pada kepemimpinan baru di Tanah Rencong.
Polemik Internal dan Penunjukan Caretaker
Polemik bermula ketika masa kepengurusan BPD HIPMI Aceh di bawah Ketua Umum Ridha Mafdhul (akrab disapa Gidong) nyaris berakhir tanpa penyelenggaraan Musyawarah Daerah (Musda) untuk memilih ketua baru. BPP HIPMI menilai BPD Aceh gagal melaksanakan Musda XV sesuai jadwal dan bahkan tidak mampu menggelar tahapan pemilihan meski telah diberi masa toleransi tambahan.
Kondisi ini diperparah oleh adanya deadlock di kepanitiaan steering committee Musda, sehingga BPP HIPMI mengambil langkah tegas dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 104/KEP/SEK/DPP/V/25 tertanggal 14 Mei 2025 untuk membentuk Tim Caretaker BPD HIPMI Aceh.
Ketua Umum BPP HIPMI saat itu, Akbar Himawan Buchari, memberikan mandat kepada tim caretaker yang dipimpin Elia Nelson C. Kumaat untuk mengambil alih roda organisasi di Aceh dan menyelenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) dalam waktu dekat.
Langkah penunjukan caretaker ini sempat memicu pro dan kontra. Pihak BPP menegaskan bahwa keputusan tersebut murni demi penegakan AD/ART organisasi, bukan tindakan politis atau keberpihakan terhadap calon tertentu.
Tim caretaker langsung bergerak melakukan konsolidasi, bersilaturahmi dengan para senior dan 14 BPC (Badan Pengurus Cabang) HIPMI se-Aceh untuk menjelaskan situasi. Dalam Rapat Pleno diperluas bersama para BPC, disepakati penuh dukungan kepada tim caretaker guna melanjutkan tahapan Musdalub. Musyawarah Luar Biasa BPD HIPMI Aceh pun dijadwalkan digelar di Banda Aceh pada Minggu, 1 Juni 2025.
Gugatan Hukum oleh Ketua Petahana
Tidak terima dengan keputusan BPP, Ketua Umum BPD HIPMI Aceh petahana, Ridha Mafdhul (Gidong), menempuh jalur hukum. Pada 18 Juni 2025, Gidong melalui kuasa hukumnya resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, menggugat SK penunjukan caretaker BPD HIPMI Aceh yang dinilainya cacat administrasi dan menyalahi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Menurut Gidong, kepengurusan Aceh di bawahnya sebenarnya masih memiliki legitimasi dan waktu untuk menyelesaikan Musda XV sesuai aturan internal, sehingga intervensi berupa SK caretaker dianggap prematur.
Ia bahkan mengibaratkan konflik ini sebagai situasi di mana “HIPMI biasanya bertarung di lapangan hijau, tapi kali ini harus bertarung di meja hijau,” tekadnya, seraya berjanji akan membongkar semua fakta di balik terbitnya SK caretaker tersebut.
Pernyataan Gidong ini mencerminkan betapa seriusnya sengketa internal yang terjadi, di mana jalur hukum terpaksa ditempuh demi apa yang disebutnya sebagai perjuangan menegakkan keadilan organisasi.
Proses persidangan gugatan tersebut berlangsung sepanjang pertengahan 2025. Akhirnya, pada 31 Oktober 2025, majelis hakim PN Banda Aceh memutuskan menolak gugatan yang diajukan Gidong. Dalam putusan Nomor 27/Pdt.G/2025/PN Bna, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), sehingga substansi perkara tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Pengadilan juga menghukum pihak penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 378.000.
Putusan sela sebelumnya mengabulkan eksepsi (keberatan) dari para tergugat, yaitu BPP HIPMI dan tim caretaker Aceh, menegaskan bahwa langkah penunjukan caretaker dianggap sah dan berlandaskan aturan organisasi.
Gidong menyambut putusan ini dengan kekecewaan; kuasa hukumnya menilai majelis hakim keliru menafsirkan fakta dan bukti selama persidangan, sehingga putusan NO dianggap prematur dan tidak objektif.
Oleh karena itu, Gidong langsung menyatakan banding pada 1 November 2025 untuk mencari keadilan di tingkat lebih tinggi. Kendati upaya hukum lanjutan masih berjalan, pihak BPP HIPMI tidak menunda proses konsolidasi di Aceh. Sehari setelah putusan PN, agenda Musdalub dan pelantikan pengurus baru tetap dilaksanakan sesuai rencana, menandai babak rekonsiliasi di tubuh HIPMI Aceh pasca-konflik.
Musdalub XV: Said Rizqi Saifan Terpilih Aklamasi
Sesuai jadwal yang ditetapkan tim caretaker, Musdalub ke-15 BPD HIPMI Aceh diselenggarakan pada 1 Juni 2025 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh. Musyawarah Luar Biasa ini dibuka secara resmi oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir Syamaun, yang hadir mewakili Gubernur Aceh. Dalam sambutannya, Sekda Aceh mengapresiasi kontribusi HIPMI bagi pembangunan ekonomi daerah dan berharap kepengurusan baru kelak dapat menjadi mitra strategis pemerintah, khususnya dalam pemberdayaan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Hasil Musdalub tersebut menetapkan Said Rizqi Saifan sebagai Ketua Umum BPD HIPMI Aceh masa bakti 2025“2028. Said terpilih secara aklamasi, karena hanya dirinya yang lolos sebagai calon ketua umum dalam kontestasi kali ini.
Steering Committee Musdalub mengonfirmasi bahwa awalnya ada dua bakal kandidat yang mendaftar -- termasuk pengusaha muda Mawardi Nur namun calon penantang tersebut gugur karena tidak memenuhi salah satu syarat utama, yakni kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) HIPMI aktif di sistem HIPMI Go.
Alhasil, dengan dukungan penuh dari 11 BPC HIPMI kabupaten/kota se-Aceh yang hadir, Said Rizqi melenggang tanpa oposisi dan disepakati memimpin organisasi para pengusaha muda Aceh hingga tiga tahun ke depan.
Prosesi Musdalub berlangsung tertib dan menjadi ajang konsolidasi setelah konflik panjang. Sebagai simbol pengalihan kepemimpinan, Said Rizqi menerima Pataka HIPMI dari perwakilan BPP HIPMI usai ditetapkan sebagai ketua terpilih.
Dalam pidato perdananya di hadapan peserta Musdalub, ia menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan dan berkomitmen segera membentuk struktur kepengurusan baru serta menyusun program kerja strategis untuk masa tiga tahun mendatang.
“Amanah ini akan kami jalankan dengan penuh tanggung jawab. Fokus utama kami adalah membina dan memperkuat UMKM di Aceh agar mampu naik kelas dan berdaya saing,” ujar Said dalam pidatonya.
Ia menekankan bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Aceh yang perlu mendapat perhatian serius. Di bawah kepemimpinannya, HIPMI Aceh bertekad menjadi wadah pembinaan, pelatihan, dan penguatan jejaring usaha bagi para pengusaha muda lokal demi mendorong kemajuan ekonomi daerah.
Terpilihnya Said Rizqi secara aklamasi melalui Musdalub ini menandai berakhirnya dualisme kepengurusan yang sempat mengancam HIPMI Aceh, sekaligus membuka jalan menuju rekonsiliasi dan penyegaran organisasi.
Pelantikan Pengurus Baru dan Visi Kepemimpinan
Setelah melalui berbagai tahapan tersebut, BPD HIPMI Aceh periode 2025-2028 resmi dilantik dalam sebuah acara khidmat yang digelar di Anjong Mon Mata, Meuligoe Gubernur Aceh, Banda Aceh, pada Minggu, 2 November 2025. Pelantikan ini dipimpin langsung oleh Ketum BPP HIPMI, Akbar Himawan Buchari, yang hadir dari Jakarta untuk mengambil sumpah dan janji para pengurus baru. Turut menyaksikan prosesi ini Sekretaris Daerah Aceh M. Nasir (mewakili Pj. Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf) serta sejumlah tokoh penting lain dari kalangan pemerintah dan dunia usaha Aceh.
Dengan pengukuhan ini, Said Rizqi Saifan yang sudah terpilih sejak Musdalub Juni lalu resmi menjabat Ketua Umum BPD HIPMI Aceh, menandai dimulainya era kepemimpinan baru para pengusaha muda di Aceh. Momentum pelantikan ini sekaligus menjadi penutup dari rangkaian polemik internal yang sebelumnya melanda HIPMI Aceh; organisasi kini berfokus menatap program kerja ke depan.
Dalam pidato perdananya usai dilantik, Ketua BPD HIPMI Aceh Said Rizqi Saifan menegaskan komitmen pihaknya untuk bersinergi dengan pemerintah daerah.
Ia menyatakan bahwa di bawah kepemimpinannya, HIPMI Aceh siap menjadi mitra strategis Pemerintah Aceh dalam mengatasi berbagai persoalan ekonomi, terutama pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja baru.
“BPD HIPMI Aceh siap berkolaborasi, siap bersama-sama menyukseskan program Bapak Gubernur Aceh dalam menekan kemiskinan yang ada, juga membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya,” tegas Said Rizqi dalam sambutannya.
Selain itu, ia memanfaatkan kehadiran Ketum BPP HIPMI di Aceh untuk membantah stigma negatif yang kerap dilekatkan pada iklim investasi Aceh.
Menurut Said, anggapan bahwa Aceh tidak aman bagi investor adalah keliru; justru kunjungan pimpinan nasional HIPMI membuktikan bahwa Provinsi Aceh kondusif dan terbuka bagi investasi besar.
Ia secara khusus meminta dukungan Akbar Himawan Buchari agar melalui jaringan nasional HIPMI, lebih banyak investor ditarik datang ke Aceh.
“Kami BPD HIPMI Aceh siap memfasilitasi, dan saya yakin Pemerintah Aceh serta seluruh elemen masyarakat siap menerima dan membuka diri untuk investasi yang masuk ke Aceh,” harapnya penuh optimisme.
Dari pihak pusat, Ketua Umum BPP HIPMI Akbar Himawan Buchari memberikan apresiasi tinggi kepada kepengurusan baru HIPMI Aceh. Akbar meyakini di bawah pimpinan Said Rizqi Saifan, HIPMI Aceh akan mampu berkontribusi signifikan dalam memajukan perekonomian daerah.
Menyinggung kondisi fiskal Aceh yang tengah menghadapi tantangan (akibat pemangkasan Dana Transfer ke Daerah sekitar Rp 1 triliun oleh pemerintah pusat), Akbar berjanji menjadikan Aceh sebagai prioritas utama tujuan investasi bagi jaringan pengusaha muda nasional.
“Tenang Pak Sekda, semua masalah ada jalan keluarnya. Koordinasi dengan Pak Saifan, kita datangkan investasi sebesar-besarnya untuk Aceh,” ujar Akbar, menanggapi paparan Sekda Aceh tentang defisit anggaran daerah.
Komitmen BPP tersebut diharapkan dapat membantu Aceh menyeimbangkan kekurangan anggaran dengan peningkatan investasi swasta.
Sementara itu, Sekda Aceh M. Nasir dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran HIPMI sebagai pilar sektor swasta dalam pembangunan Aceh. Selama ini, kata dia, sistem good governance di Aceh baru ditopang oleh dua pilar, yakni pemerintahan (government) dan masyarakat sipil (civil society), sedangkan pilar ketiga yaitu kalangan pengusaha (private sector) masih lemah. Akibat minimnya peran swasta, perekonomian Aceh bertumpu besar pada belanja pemerintah dan menghadapi stigma sebagai provinsi termiskin di Sumatra dengan tingkat kemiskinan 12,33% (peringkat 10 nasional).
Dengan dilantiknya 162 orang pengurus HIPMI Aceh yang baru, Sekda berharap organisasi ini dapat menjadi motor penggerak kebangkitan ekonomi daerah. Ia juga mengingatkan target ambisius yang dicanangkan Pemerintah Aceh sejalan visi Presiden untuk menurunkan angka kemiskinan Aceh menjadi 6,7% dan menaikkan pertumbuhan ekonomi ke 6,4% pada tahun 2029.
“Kami yakin dengan hadirnya HIPMI, dengan kolaborasi antara HIPMI dan Pemerintah Aceh ke depan, kita bisa menghadapi segala tantangan ini bersama-sama,” tutup M. Nasir optimistis.
Dengan berakhirnya prosesi pelantikan ini, konflik internal yang sempat melanda HIPMI Aceh dapat dikatakan usai. Tidak ada lagi kubu-kubuan; semua pihak kini berfokus pada agenda bersama memajukan dunia usaha muda di Aceh.
Said Rizqi Saifan beserta jajarannya menghadapi tugas berat merealisasikan janji kolaborasi untuk pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, serta pemberdayaan UMKM di seluruh Aceh.
Dukungan penuh BPP HIPMI dan Pemerintah Aceh telah dijanjikan, membuka harapan baru bahwa organisasi ini dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Aceh pasca-konflik. Meski bayang-bayang polemik hukum mungkin belum sepenuhnya sirna (mengingat proses banding Gidong yang masih berjalan), semangat rekonsiliasi dan konsolidasi yang ditunjukkan pada Musdalub dan pelantikan terbaru menandakan era baru yang lebih solid.
Para pengusaha muda Aceh kini melangkah bersama di bawah kepemimpinan Said Rizqi Saifan, siap berkolaborasi membangun Aceh yang lebih sejahtera dan terbuka bagi investasi di masa mendatang.