kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / Suara Kritis dari Berbagai Kampus: Demokrasi RI dalam Ancaman Terkoyak

Suara Kritis dari Berbagai Kampus: Demokrasi RI dalam Ancaman Terkoyak

Sabtu, 03 Februari 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Akademisi dan organisasi masyarakat sipil melempar kritik atas kondisi pemerintahan di bawah rezim Presiden Joko Widodo menjelang Pemilu 2024. (Ilustrasi: Ngopibareng.id)


DIALEKSIS.COM | Nasional - Gelombang kritik terhadap Presiden Jokowi semakin meluas, melibatkan tidak kurang dari tiga kampus, yang menyampaikan sikap kritis mereka terhadap kepemimpinan negara.

Dalam pernyataan sikapnya, Universitas Indonesia (UI) dengan tegas menyatakan keterlibatannya dalam membangun kembali demokrasi yang tercabik-cabik.

"Dalam lima tahun terakhir, terutama menjelang pemilu 2024, kami di UI merasa terpanggil untuk membangun kembali semangat, memulihkan demokrasi yang terluka," ujar Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, di Kampus UI, Depok, Jumat (2/2).

"Negeri kami tampaknya kehilangan arah akibat tindakan curang dalam perebutan kekuasaan, kehilangan etika, mengikis nilai budaya, dan identitas bangsa," tambah Harkristuti.

Dalam pernyataan sikapnya, UI menetapkan empat poin tuntutan, yang mencakup pengecaman terhadap segala bentuk pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi, penekanan agar hak pilih rakyat dalam pemilu dijalankan tanpa intimidasi, pembebasan seluruh ASN, pejabat pemerintah, ABRI, dan Polri dari tekanan politik, serta seruan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk mengawasi pemungutan dan penghitungan suara dengan ketat.

"Saatnya bersama-sama kita jaga demokrasi dan NKRI yang kita cintai dan banggakan," tandas Harkristuti.

Sementara itu, di Universitas Hasanuddin (Unhas), sejumlah guru besar dan civitas academica menyerukan agar Presiden Jokowi dan pejabat negara lainnya tetap berada dalam koridor demokrasi, menitikberatkan pada nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial, serta menciptakan suasana yang nyaman dalam berdemokrasi.

"Selalu jagalah dan pertahankan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan pelaksanaan demokrasi," kata Triyatni Martosenjoyo.

Trikatni juga meminta agar KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu bekerja secara profesional dan sungguh-sungguh sesuai peraturan yang berlaku.

Forum guru besar dan dosen Unhas menyerukan kepada masyarakat dan elemen bangsa untuk bersama-sama menciptakan iklim demokrasi yang sehat dan bermartabat demi memastikan pemilu berjalan dengan adil, jujur, dan aman.

"Hasil pemilu dan pemilihan presiden dan wakil presiden harus memiliki legitimasi kuat berdasarkan penghormatan terhadap suara rakyat," ujar Triyatni.

Dukungan untuk menyelamatkan demokrasi juga datang dari Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul). Mereka meminta Presiden Jokowi untuk tidak memihak dalam Pemilu 2024.

Dosen Fakultas Hukum (FH) Unmul, Herdiansyah Hamzah, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi demokrasi Indonesia saat ini. Ia menilai demokrasi yang tumbuh pasca reformasi 1998 kini menghadapi kemunduran akibat perilaku kekuasaan dan elit politik.

Herdiansyah menyoroti sejumlah masalah, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilainya cacat etik. Putusan tersebut dianggap membuka peluang bagi politik dinasti, keterlibatan aparatur negara yang kehilangan netralitas, pengangkatan penjabat kepala daerah yang tidak transparan, dan intervensi presiden dalam pemilihan presiden yang dapat merugikan demokrasi.

"Presiden tidak boleh bersikap memihak, harus menghentikan langkah-langkah politik yang hanya untuk kepentingan dinastinya. Jokowi adalah presiden untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk keluarganya," tegas Herdiansyah.

Sikap Koalisi Dosen Unmul mengajak seluruh akademisi dan kelompok intelektual untuk terlibat secara luas dalam menjaga demokrasi dari ancaman tirani kekuasaan.

Sikap-sikap tersebut mengikuti langkah Universitas Gadjah Mada (UGM), di mana guru besar UGM mengkritik pemerintahan Jokowi melalui 'Petisi Bulaksumur'. Mereka menilai Jokowi, sebagai alumni kampus, melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma di tengah-tengah penyelenggaraan negara.

Petisi ini dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro, di Balairung UGM, Sleman, DIY, Rabu (31/1). Dengan mengacu pada nilai-nilai Pancasila dan identitas UGM, mereka menyampaikan petisi keprihatinan atas tindakan yang melanggar prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial oleh sejumlah penyelenggara negara di berbagai tingkatan.

"Kami menyesal atas tindakan-tindakan yang melanggar prinsip moral yang terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," demikian bunyi Petisi Bulaksumur yang dibacakan Koentjoro. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda