DIALEKSIS.COM | Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri menetapkan tiga pejabat dari perusahaan produsen beras PT FS sebagai tersangka dalam kasus produksi dan peredaran beras yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketiganya diduga bertanggung jawab atas beredarnya beras merek premium yang tidak sesuai dengan mutu yang tertera pada label.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sekaligus Kepala Satgas Pangan, Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf, mengungkapkan, ketiga tersangka berinisial KG (Direktur Utama), RL (Direktur Operasional), dan IRP (Kepala Seksi Quality Control).
"Kami tidak akan mentoleransi bentuk penyimpangan terhadap mutu pangan, khususnya beras, yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat," ujar Brigjen Pol. Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (1/8/2025).
Tak Sesuai Label, Ditemukan Penurunan Mutu
Penetapan tersangka ini berawal dari hasil investigasi Kementerian Pertanian di 10 provinsi pada Juni 2025. Dari 268 sampel beras yang diuji, sebanyak 232 sampel atau 189 merek dinyatakan tidak sesuai dengan mutu atau takaran sebagaimana yang tercantum dalam label.
Beberapa produk yang diproduksi PT FS, yakni Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen, termasuk di antaranya.
Pemeriksaan lanjutan Satgas Pangan menemukan bahwa perusahaan menerapkan standar mutu internal yang tidak mengacu pada SNI, bahkan tidak mempertimbangkan risiko penurunan mutu selama distribusi. Temuan ini diperkuat dengan notulen rapat internal perusahaan bertanggal 17 Juli 2025 yang secara eksplisit memerintahkan penurunan kadar patahan beras (broken) demi mengejar pasar.
Dijerat UU Perlindungan Konsumen dan TPPU
Atas dua alat bukti yang sah, ketiga pejabat PT FS kini resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Ancaman pidana tidak main-main. Untuk pelanggaran UU Perlindungan Konsumen, hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Sedangkan untuk TPPU, bisa sampai 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar," jelas Helfi.
Polisi juga telah menggeledah dua lokasi milik PT FS di Cipinang, Jakarta Timur dan Subang, Jawa Barat. Dari sana, penyidik mengamankan dokumen internal, sampel beras, dan barang bukti lain yang diduga hasil dari proses "peningkatan" mutu secara ilegal.
Selain itu, Polri juga telah mengajukan permintaan analisis transaksi keuangan PT FS kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut kemungkinan tindak pidana pencucian uang.
Penyidikan turut melibatkan tim gabungan dari Puslabfor dan Petugas Pengambil Contoh Kementerian Pertanian.
Proses Hukum Lanjut
Polisi kini tengah merampungkan proses pemanggilan tersangka, penyitaan alat produksi, serta pemeriksaan terhadap ahli korporasi guna menilai tanggung jawab badan hukum PT FS secara menyeluruh.
Selain PT FS, tiga entitas lain yaitu PT PIM, toko SY, dan PT SR juga sedang dalam penyelidikan intensif atas dugaan pelanggaran serupa.
"Penegakan hukum ini adalah bentuk komitmen Polri mendukung arahan Presiden untuk menjaga keadilan, transparansi, dan stabilitas pangan nasional," tegas Brigjen Helfi.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dalam membeli beras, memastikan label jelas dan sesuai standar mutu.
"Kami harap penegakan hukum ini menjadi efek jera bagi pelaku usaha nakal yang merugikan konsumen," pungkasnya. [*]