Minggu, 13 Juli 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Usman Lamreung Desak Kemenkeu Jelaskan Status Hukum Blang Padang Karena Dikelola TNI

Usman Lamreung Desak Kemenkeu Jelaskan Status Hukum Blang Padang Karena Dikelola TNI

Rabu, 09 Juli 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Dr. Usman Lamreung, Wakil Rektor Universitas Abulyatama Aceh. [Foto: net]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dr. Usman Lamreung, menegaskan bahwa tanah Blang Padang secara historis adalah tanah wakaf yang diperuntukkan bagi kemaslahatan umat, bukan aset milik negara ataupun militer.

Usman Lamreung menyampaikan bahwa klaim wakaf terhadap Blang Padang bukan sekadar narasi lokal, melainkan didukung oleh beragam data historis, termasuk arsip Belanda, kesaksian tokoh masyarakat, serta kajian para sejarawan Aceh.

"Penelusuran sejarah menunjukkan bahwa Blang Padang adalah tanah wakaf yang diberikan oleh Sultan Aceh untuk mendukung keberlangsungan Masjid Raya Baiturrahman. Ini adalah bagian dari sistem wakaf produktif di masa Kesultanan Aceh Darussalam. Maka jika hari ini tanah itu diklaim sebagai aset negara, itu bertentangan dengan sejarah dan syariat Islam,” tegas Usman kepada Dialeksis.com, Rabu (9/7/2025).

Pandangan Usman diperkuat oleh keterangan Drs. H. Teuku Sulaiman, MM, mantan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh, yang menyatakan bahwa dalam dokumen resmi pendaftaran tanah tidak ditemukan adanya status kepemilikan atau pemberian hak atas tanah Blang Padang.

Lebih lanjut, Peta Blad No. 310 tahun 1906 memperlihatkan bahwa kawasan Blang Padang tidak pernah menjadi bagian dari Militaire Compenaet atau wilayah militer kolonial Hindia Belanda. Berbeda halnya dengan kawasan Kuta Alam yang secara jelas dinyatakan sebagai zona militer dan rumah sakit tentara.

"Fakta ini secara langsung menolak klaim bahwa tanah tersebut merupakan warisan milik militer kolonial yang kemudian dikelola negara," ujar Usman menambahkan.

Sejarawan Aceh yang kini telah wafat, Alm. Rusdi Sufi, juga pernah mengemukakan bahwa Blang Padang dulunya adalah lahan pertanian wakaf yang hasilnya digunakan untuk operasional Nazir Masjid Raya Baiturrahman.

Hal ini mencerminkan praktik wakaf produktif yang kuat dalam sistem pemerintahan Kesultanan Aceh tempo dulu.

“Dalam konteks sosial dan keagamaan masyarakat Aceh, wakaf bukan hanya simbol spiritual, tetapi juga ekonomi. Maka, mengubah status tanah wakaf tanpa mekanisme syar’i adalah bentuk pengingkaran terhadap warisan keagamaan kita,” ujar Usman.

Namun yang menjadi sorotan tajam adalah adanya pemberian izin penggunaan lahan kepada TNI oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang diduga tidak mempertimbangkan status historis dan hukum syar’i tanah tersebut.

“Ini bukan hanya masalah administratif, tetapi juga soal etika hukum. Jika memang Blang Padang adalah wakaf, maka itu bukan Barang Milik Negara (BMN). Artinya, penggunaan, pengalihan, atau pengelolaannya wajib mengikuti hukum wakaf, bukan hukum pengelolaan aset negara,” kata Usman.

Ia menyerukan agar Kementerian Keuangan segera memberikan klarifikasi terbuka mengenai dasar hukum yang digunakan dalam penerbitan izin pengelolaan tanah Blang Padang kepada institusi militer.

Terkait kontroversi ini, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak juga menanggapi secara terbuka. Dalam keterangannya yang dikutip dari Republika, Jenderal Maruli menyebut bahwa pihak TNI tidak memiliki wewenang penuh untuk memberikan keputusan terkait lahan Blang Padang.

"Kalau mau ada sesuatu hal, mestinya duduk bareng, ngobrol. Kita kan nggak punya kewenangan ngasih,” ujar Maruli di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Maruli menyatakan kesiapannya untuk duduk bersama Pemerintah Aceh, Kementerian Keuangan, dan Presiden RI guna mencari solusi bersama yang adil dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Usman Lamreung menyerukan pentingnya partisipasi aktif dari seluruh elemen di Aceh, khususnya Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), akademisi, dan tokoh masyarakat untuk mengawal isu ini secara serius.

“Ini bukan hanya soal aset, tapi soal amanah wakaf. Jangan sampai kita lalai menjaga titipan sejarah dan keagamaan kita sendiri,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI