DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023 mengenai pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, mutlak untuk dilaksanakan meskipun menimbulkan pro-kontra di masyarakat maupun kalangan politik.
Hal ini ia sampaikan saat menjadi keynote speaker dalam pembukaan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Aceh yang digelar di Banda Aceh, Jumat (22/8/2025).
“Apa pun isi keputusan MK, termasuk putusan nomor 135 itu, harus dilaksanakan. Mau kita setuju, mau kita tidak setuju, mau kita kritik, mau kita diskusi, keputusan MK itu bersifat final dan mengikat. Tinggal kita cari cara bagaimana melaksanakannya dalam undang-undang,” ujar Zulfikar yang dilansir media dialeksis.com.
Menurutnya, pemisahan pemilu nasional dan daerah akan membawa konsekuensi besar bagi penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Namun, ia menekankan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempercepat proses legislasi untuk menyesuaikan Undang-Undang Pemilu dengan putusan tersebut.
“Itu tergantung kepada pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan Presiden. Semoga dalam waktu tidak terlalu lama kita punya kesadaran baru untuk segera mempercepat penyusunan perubahan undang-undang pemilu. Apalagi revisi ini memang sudah menjadi inisiasi DPR, sudah masuk dalam Prolegnas long list, bahkan kini masuk prolegnas short list tahun 2025,” katanya.
Politisi Partai Golkar ini juga mengajak seluruh pihak, baik partai politik, akademisi, masyarakat sipil, hingga penyelenggara pemilu, untuk aktif memberikan masukan.
Menurutnya, seluruh kritik maupun apresiasi terhadap putusan MK tersebut sebaiknya dituangkan dalam pembahasan revisi UU Pemilu di Senayan.
“Ayo semua kritik, semua apresiasi, semua pandangan terhadap putusan MK ini kita tumpahkan saja dalam penyusunan undang-undang perubahan pemilu. Biarlah di situ kita meramu, berdebat, dan bermusyawarah, sehingga melahirkan cara terbaik dalam melaksanakannya,” tegas legislator asal Jawa Timur itu.
Dalam sesi tanya jawab, Zulfikar turut menyinggung soal kekhususan Aceh. Menurutnya, sebagai bagian dari Republik Indonesia, Aceh tetap akan mengikuti pola nasional dalam pelaksanaan pemilu yang terpisah antara nasional dan daerah.
“Ini urusan nasional ya. Menurut saya perlu juga berlaku untuk semua daerah, termasuk Aceh. Di Papua saja juga pemilu semua, hanya ada kekhususan di Aceh terkait gubernur yang ditetapkan oleh DPR Aceh (DPRA) sesuai Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Tapi prinsipnya, Aceh tetap bagian dari skema nasional,” jelasnya.
Acara yang dihadiri seluruh jajaran penyelenggara pemilu, akademisi, serta perwakilan masyarakat sipil itu menjadi momentum penting bagi penguatan kelembagaan pengawas pemilu di provinsi ujung barat Indonesia ini.
Zulfikar menilai, pengawas pemilu memiliki peran krusial untuk memastikan transisi regulasi menuju pemilu terpisah dapat berjalan dengan baik tanpa mengurangi kualitas demokrasi.
“Kalau penyelenggara dan pengawas kita solid, regulasinya jelas, maka meskipun ada perubahan teknis akibat putusan MK, demokrasi kita akan tetap sehat. Ini yang perlu dijaga bersama,” tutupnya.