DIALEKSIS.COM | Aceh - Industri perfilman Indonesia kembali menorehkan prestasi internasional. Tahun ini, empat film nasional dipastikan akan berlaga di ajang Venice Film Festival 2025, festival film tertua dan salah satu paling prestisius di dunia. Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut partisipasi ini bukan sekadar seremoni, melainkan langkah strategis menuju ekosistem film yang berdaya saing global.
"Ekosistem perfilman Indonesia kini tengah bangkit dan menunjukkan daya saing di tingkat global. Partisipasi di Venice adalah bentuk konkret kesiapan kita," ujar Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (20/5/2025).
Empat film yang akan mewakili Indonesia, antara lain Pangku, debut penyutradaraan aktor senior Reza Rahadian; Sleep No More, karya terbaru Edwin yang diproduksi oleh Palari Films; Levitating, film dari sutradara Wregas Bhanuteja; dan Fox King, kolaborasi Indonesia-Malaysia yang diproduseri oleh Yulia dan Woo Ming Jin.
Film-film tersebut mewakili genre dan pendekatan artistik yang beragam, mencerminkan kekayaan budaya dan sudut pandang sinema Indonesia.
Indonesia Siap Jadi “Country of Focus”
Langkah diplomasi budaya ini ditandai dengan pertemuan resmi antara Fadli Zon dan Direktur Artistik Venice Film Festival, Alberto Barbera, di sela-sela penyelenggaraan Festival Film Cannes pekan lalu. Dalam pertemuan tersebut, dibahas kemungkinan menjadikan Indonesia sebagai Country of Focus dalam Venice Bridge Financing Market yang akan digelar Agustus mendatang.
Menurut Fadli, keterlibatan Indonesia di kancah festival film internasional harus disertai strategi jangka panjang. “Kami ingin membangun jejaring dan kerja sama global yang memperkuat posisi film Indonesia, bukan hanya untuk tampil sesaat,” kata Fadli.
Diplomasi Budaya Melalui Film
Fadli menegaskan bahwa film bukan sekadar produk hiburan, tetapi alat diplomasi budaya yang efektif. Ia menyebut Kementerian Kebudayaan akan mendorong skema matching fund dan kemitraan publik-swasta untuk memperkuat produksi dan distribusi film Indonesia ke pasar internasional.
Sineas senior Garin Nugroho turut hadir dalam pertemuan tersebut sebagai bentuk dukungan komunitas film tanah air. Garin, yang juga pendiri Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), menilai partisipasi Indonesia di Venice adalah bukti kesiapan untuk berjejaring secara profesional di pasar film global.
JAFF, yang kini menjadi pasar film terbesar di Asia Tenggara, telah menjadi jembatan penting antara sineas Indonesia dan dunia internasional.
Kebangkitan Film Nasional
Beberapa tahun terakhir, film Indonesia semakin rutin tampil di berbagai festival bergengsi dunia seperti Busan, Berlinale, dan Cannes. Salah satu capaian terbaru adalah pemutaran perdana film Renoir di Cannes tahun ini, yang turut menampilkan talenta Indonesia.
“Kami ingin memastikan bahwa film menjadi investasi budaya, bukan sekadar produk industri,” kata Fadli. “Dengan narasi yang kuat dan budaya sebagai akar, film Indonesia siap bersaing di panggung global.”
Fadli menyebut keikutsertaan di Venice hanya awal dari misi jangka panjang. Kementerian Kebudayaan berkomitmen untuk menjalin kolaborasi dengan lembaga film internasional guna membuka lebih banyak peluang bagi sineas Indonesia.
“Dunia harus tahu bahwa Indonesia punya cerita yang layak ditonton,” ujarnya. [*]