Selasa, 22 April 2025
Beranda / Gaya Hidup / Seni - Budaya / Lagu "Stecu Stecu" Viral, Pakar Bahasa Aceh Ingatkan Pentingnya Menjaga Bahasa Ibu

Lagu "Stecu Stecu" Viral, Pakar Bahasa Aceh Ingatkan Pentingnya Menjaga Bahasa Ibu

Senin, 21 April 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Kolase foto. Penyanyi muda asal Maluku Utara, Faris Adam yang menyanyikan lagu "Stecu Stecu" dan Pakar bahasa dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Herman R.N. [Foto: Pikiran-Rakyat/Dokpri]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lagu berjudul "Stecu Stecu" karya penyanyi muda asal Maluku Utara, Faris Adam, mendadak menjadi fenomena di berbagai platform digital. Salah satu lirik, “kalau memang cocok bisa datang ke rumah”, menjadi viral dan terus diulang di media sosial. 

Pakar bahasa dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Herman R.N., mengingatkan pentingnya keseimbangan antara penggunaan bahasa gaul dan pelestarian bahasa daerah sebagai bagian dari identitas budaya.

Sejak dirilis, lagu bertema percintaan ini mencatatkan popularitas yang luar biasa. Di YouTube, Stecu Stecu telah ditonton lebih dari 16 juta kali. Sementara di Spotify Indonesia, lagu ini bertengger di posisi tiga besar selama beberapa hari terakhir. Tak kalah masif, lebih dari 414,3 ribu video di TikTok menggunakan lagu ini sebagai backsound. Aransemen musik yang santai dan easy listening disebut menjadi faktor utama lagu ini mudah diingat pendengar.

Menanggapi fenomena ini, Herman R.N., Dosen Bahasa di FKIP USK sekaligus Ketua Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) Provinsi Aceh, menjelaskan bahwa kata “stecu” dalam lagu tersebut bukan berasal dari kosakata bahasa resmi, termasuk bahasa Ternate (Maluku Utara). 

“Ini adalah bahasa prokem atau slang yang diciptakan secara spontan oleh Faris Adam. Bahasa gaul seperti ini sah digunakan, terutama di kalangan remaja, selama tidak menggantikan peran bahasa ibu,” ujarnya saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (21/4/2025).

Herman menegaskan bahwa penggunaan bahasa gaul dalam komunikasi sehari-hari tidak dilarang. Namun, ia mengingatkan pentingnya kebijakan untuk memastikan bahasa daerah tetap lestari. 

“Kita tidak bisa mencegah munculnya bahasa slang di kalangan anak muda. Tapi, kita bisa membuat mereka tetap mencintai bahasa ibu dengan aturan yang mendorong penggunaannya di ranah formal, seperti di sekolah atau lingkungan pendidikan,” paparnya.

Menurut Herman, maraknya bahasa gaul di media sosial berpotensi mengurangi keterikatan generasi muda dengan bahasa daerah jika tidak diimbangi dengan kebijakan yang proaktif. Ia mencontohkan, di Aceh, upaya pelestarian bahasa Aceh perlu diperkuat melalui integrasi dalam kurikulum sekolah atau kegiatan budaya. 

“Bahasa ibu adalah identitas. Jika bahasa slang dipakai di ranah informal, bahasa daerah harus tetap dominan di ranah formal dan edukasi,” tegasnya.

Fenomena Stecu Stecu, lanjut Herman, justru bisa menjadi momentum untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya multilingualisme. 

“Mereka bisa menggunakan bahasa slang untuk ekspresi kreatif, tapi tetap harus bangga dan aktif menggunakan bahasa daerah sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur,” tutupnya.[arn]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dinsos
inspektorat
koperasi
disbudpar