Beranda / Gaya Hidup / Seni - Budaya / Menteri Kebudayaan Resmikan Revitalisasi Gunongan, Almuniza: Perlu Kebijakan Strategis Pelestarian Budaya Lokal

Menteri Kebudayaan Resmikan Revitalisasi Gunongan, Almuniza: Perlu Kebijakan Strategis Pelestarian Budaya Lokal

Senin, 13 Januari 2025 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon melakukan penandatanganan prasasti penataan display materi Rumoh Tjut Nyak Dhien, Minggu (12/1/2025) malam. [Foto: Prokopim BNA]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penjabat (Pj) Wali Kota Banda Aceh Banda Aceh, Almuniza Kamal menyampaikan sejumlah harapan kepada Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon saat meresmikan revitalisasi objek wisata Gunongan, Minggu (12/1/2025) malam.

Mewakili Pj Gubernur Aceh pada acara tersebut, ia berharap adanya kebijakan strategis yang lebih berpihak pada pelestarian budaya lokal, termasuk penguatan sistem informasi kebudayaan berbasis teknologi digital untuk mendokumentasikan dan mempromosikan budaya Aceh secara global.

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Aceh ini juga menyampaikan pihaknya memerlukan program pengembangan kapasitas SDM di bidang budaya.

“Seperti pelatihan untuk pelaku seni, budayawan, dan tenaga pendidik, agar nilai-nilai budaya Aceh tetap lestari di tengah perubahan zaman,” ujarnya.

Almuniza turut mengucapkan terima kasih atas kehadiran Menteri Kebudayaan ke Bumi Serambi Mekkah. 

“Kehadiran bapak memberi harapan besar untuk kami yang menaruh mimpi mengembalikan masa kejayaan Kerajaan Samudera Pasai dan masa keemasan Sultan Iskandar Muda. Kala itu adalah masa-masa di mana Aceh menjadi negeri yang disegani bangsa-bangsa di dunia, negeri yang dikagumi. Modal yang kami miliki adalah kebudayaan,” ujarnya.

Terkait dengan keberadaan Gunongan di komplek Taman Sari Kerajaan Aceh Darussalam, Almuniza menjelaskannya sebentuk tanda cinta Sultan Iskandar Muda kepada permaisurinya, Putri Kamaliah atau dikenal pula dengan sebutan Putroe Phang (Putri dari Negeri Pahang).

“Di sini, para putri sultan bermain dan berbahagia, bahkan menyelenggarakan berbagai macam Kenduri,” ujarnya.

Pihaknya mengharapkan seluruh situs mulai dari Gunongan, Pinto Khop, dan Tamansari, Meuligoe, Kandang Meuh, hingga Kandang XII, dapat ditata dengan saling bersinergi, mengingat semuanya merupakan satu kawasan inti dalam lingkungan Istana Kerajaan Aceh Darussalam.

“Dengan demikian, narasi atau story line-nya dapat disatukan dalam kesatuan kisah para raja,” ujar Almuniza.

Ia juga mengapresiasi upaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I yang telah memperkaya materi di Rumoh Cut Nyak Dhien, sehingga informasi tentang perjuangan Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar yang diperoleh masyarakat saat kunjungan semakin bertambah.

“Namun kami juga mengharapkan teman-teman pegiat seni dan objek pemajuan kebudayaan lainnya juga ikut turun tangan untuk memperkaya ruang publik di area Rumoh Cut Nyak Dhien,” ujarnya.

“Kami pun masih membutuhkan dukungan kementerian untuk bekerja sama dalam upaya pelestariannya. Pak Menteri, kami siap berkolaborasi untuk menjadi bagian dari Ibukota Kebudayaan Dunia seperti yang Bapak cita-citakan,” kata Almuniza mengakhiri sambutannya.

Sementara dalam sambutannya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa kebudayaan yang bernapaskan Islam begitu kaya di Aceh. 

“Kekayaan ini harus dijaga dan dilestarikan bersama. Dan ini juga merupakan komitmen Presiden Prabowo dalam memajukan kebudayaan," ucapnya.

Terkait dengan komplek situs Gunongan, menteri meminta agar diaktifkan dengan kegiatan kebudayaan, sehingga objek tersebut tidak hanya menjadi tempat penyimpanan sejarah saja.

“Dan hasil kajian di Taman Sari Gunongan berupa artefak maupun kerangka, nantinya dapat dilakukan langkah lebih lanjut untuk mengetahui apa yang ada di sana, sehingga bisa dilakukan pemugaran kembali,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Fadli Zon juga melakukan penandatanganan prasasti penataan display materi Rumoh Tjut Nyak Dhien. 

Sebelumnya, ia dan rombongan beserta Pj Wali Kota Banda Aceh telah menyambangi Kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 1 Aceh dan Rumah Cut Nyak Dhien di Lampisang, Aceh Besar, serta Museum Pedir Mapesa dan Museum Tsunami Aceh di Banda Aceh. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI