DIALEKSIS.COM | Jakarta - Musik religi Indonesia memiliki potensi besar, tidak hanya sebagai ekspresi spiritual, tetapi juga sebagai pilar budaya dan peluang ekonomi dalam industri musik nasional. Hal ini menjadi sorotan utama dalam sesi diskusi bertajuk “Musik Religi dan Serba-Serbi Potensinya” pada hari ketiga Konferensi Musik Indonesia 2025, Jumat (10/10/2025).
Sidney Mohede: Musik Religi sebagai Jembatan Spiritual dan Realitas
Musisi dan rohaniwan Sidney Mohede membuka diskusi dengan paparan tentang pentingnya musik rohani dalam lanskap budaya Indonesia. Ia menekankan bahwa musik religi bukan hanya soal nada dan lirik, tapi tentang pesan spiritual yang menyentuh hati manusia.
"Musik religi adalah jembatan yang menghubungkan spiritualitas dengan realitas," ujar Sidney.
Sulis: Indonesia Punya Ekosistem Musik Religi yang Inklusif
Penyanyi religi Sulis, yang dikenal lewat grup Cinta Rasul, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki ekosistem musik religi yang sangat unik dan inklusif. Menurutnya, keragaman budaya dan agama di Indonesia membuat musik religi bisa menjadi alat pemersatu.
“Indonesia beruntung karena masyarakatnya toleran. Prinsip Pancasila adalah fondasi kuat untuk mengekspresikan seni lintas keyakinan,” jelas Sulis.
Alberd Tanoni: Musik Rohani Harus Berdampak Nyata
Aktivis pelayanan musik rohani Alberd Tanoni menambahkan bahwa musik rohani harus memiliki dampak positif nyata di tengah masyarakat. Ia memperkenalkan kerangka kerja bernama “IMPACT” yang dapat menjadi panduan bagi pelaku musik religi dalam menciptakan karya yang bermakna dan berkelanjutan.
Pascal Lesmana: Potensi Industri Musik Religi Belum Tergarap Maksimal
Dari sisi industri, Pascal Lesmana (Langit Musik) menyoroti bahwa musik religi masih dianggap sebagai konten musiman, padahal potensinya sangat besar.
“Jika dikelola dengan benar, musik religi bisa menjadi sumber ekonomi berkelanjutan untuk musisi, label, hingga daerah asalnya,” ujarnya.
Pascal menekankan pentingnya distribusi musik religi sepanjang tahun, bukan hanya saat Ramadan atau Natal. Ia juga menyampaikan pentingnya transparansi royalti dan sistem distribusi musik digital yang adil.
Melalui platform PlayUp, Langit Musik menerapkan model sharing economy dengan skema pembagian pendapatan iklan audio kepada pemilik konten.
Data Distribusi Digital Musik Religi Masih Rendah
Perwakilan Langit Musik lainnya, Rizqi Angga, membagikan data mengejutkan: dari total katalog musik yang tersedia, hanya 29,6% konten religi yang didistribusikan ulang melalui layanan streaming.
“Ini menunjukkan kontribusi musik religi di ekosistem digital masih kecil, padahal potensi pertumbuhannya sangat besar,” kata Angga.
Angga mengajak seluruh pemangku kepentingan -- musisi, label, platform, hingga komunitas -- untuk tidak lagi melihat musik religi sebagai konten musiman, melainkan sebagai karya spiritual yang relevan sepanjang tahun.
Kementerian Kebudayaan Dukung Perkembangan Musik Religi
Diskusi ini ditutup dengan pernyataan dari Kementerian Kebudayaan, yang menegaskan komitmennya dalam mendukung ekosistem musik religi sebagai bagian dari kekayaan musik tanah air.
“Musik religi tidak hanya menjadi jembatan kerohanian, tetapi juga perekat bangsa dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika,” tulis siaran resmi Kementerian Kebudayaan. [*]