DIALEKSIS.COM | Jakarta - Setiap kali menjejakkan kaki di Jakarta Pusat, ada satu ritual kecil yang tak pernah terlewat: menyeruput secangkir kopi di The Atjeh Connection (TAC). Bagi saya, tempat ini bukan sekadar warung kopi. Ia adalah ruang rindu yang menyatukan aroma khas kopi Aceh dengan denyut ibu kota.
Di baliknya, berdiri sosok sederhana namun visioner dialah Amir Faisal Nek Muhammad, pionier kopi Aceh di Jakarta.
Amir Faisal membangun TAC dari titik nol. Bermodal tekad dan kecintaan pada kopi, ia menghadirkan cita rasa kopi Aceh pertama di jantung Jakarta. Berawal dari satu warung kecil, TAC kini menjelma menjadi jaringan kafe bergengsi dengan cabang di berbagai wilayah Indonesia.
Di Jakarta sendiri, TAC hadir di beberapa titik strategis, antara lain The Atjeh Connection SCBD, Bendungan Hilir, Cipete, Tebet, dan Neo Sabang. Setiap cabang menjadi bukti ekspansi yang konsisten sekaligus menjaga rasa dan identitas kopi Aceh.
Namun kesuksesan itu tak membuatnya berjarak. Amir tetap tampil rendah hati, tak sungkan berbincang dengan pelanggan, bahkan ikut mengulik detail rasa kopi yang disajikan. Ia percaya, kopi bukan sekadar minuman, melainkan identitas Aceh yang harus dikenalkan kepada dunia.
Bagi penikmatnya, TAC lebih dari sekadar kedai kopi. Setiap cabang menghadirkan nuansa Aceh yang kental mulai dari kopi sanger, menu tradisi khas, hingga interior yang memberi sentuhan kehangatan rumah. TAC juga selalu menjaga cita rasa khas masakan Aceh dan racikan kopi khas Aceh, sehingga pengunjung merasakan pengalaman kuliner yang otentik sebagaimana di tanah rencong. Di situlah TAC menjadi magnet tempat melepas rindu kampung halaman, sekaligus memperkenalkan budaya Aceh pada publik luas.
“Dimana pun ada cabang TAC, saya selalu menyempatkan diri singgah. Ada energi khas yang tak tergantikan,” ungkap Aryos Nivada, pendiri Dialeksis, dalam catatan pribadinya diterima redaksi.
Kesuksesan bisnis tak membuat TAC abai pada kepedulian sosial. Saat pandemi Covid-19 melanda, TAC tak hanya berjuang mempertahankan bisnis, tetapi juga hadir memberi bantuan kepada masyarakat. Program berbagi makanan, dukungan kepada tenaga kesehatan, hingga aksi sosial lainnya menjadi bukti bahwa TAC berdiri bukan sekadar untuk profit, tetapi juga untuk solidaritas.
“Bagi Amir Faisal, bisnis selalu terkait dengan kebermanfaatan. TAC menjadi ruang berbagi, bukan sekadar ruang usaha,” kata seorang karyawan senior TAC yang enggan disebutkan namanya.
Amir Faisal dikenal sebagai pribadi yang humble, cerdas, dan visioner. Meski berkiprah di Jakarta, hatinya tak pernah lepas dari Aceh. Ia terus mendukung berbagai kegiatan sosial dan budaya Aceh di ibu kota, menjadi jembatan antara perantau dengan tanah kelahiran.
Bagi banyak orang Aceh di Jakarta, Amir Faisal merupakan figur inspiratif. Ia membuktikan bahwa kerja keras, konsistensi, dan kepedulian bisa melahirkan brand yang bukan saja bernilai ekonomi, tetapi juga sarat makna budaya.
Hari ini, The Atjeh Connection bukan hanya tempat nongkrong. Ia telah menjadi ikon kopi Aceh di perantauan. Dalam setiap tegukan kopi, tersimpan cerita tentang kerja keras Amir Faisal Nek Muhammad seorang anak Aceh yang percaya bahwa kopi bisa menjadi bahasa universal untuk memperkenalkan tanah rencong ke dunia. [ra]