Beranda / Sosok Kita / Jensen Huang: Dari Pencuci Piring hingga Raja Chip Dunia

Jensen Huang: Dari Pencuci Piring hingga Raja Chip Dunia

Jum`at, 15 November 2024 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Presiden dan CEO Nvidia Corporation Jensen Huang.  Foto: AP/Chiang Ying-ying


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Jensen Huang, pendiri sekaligus CEO Nvidia, baru-baru ini terlihat di Jakarta. Nama pria yang kekayaannya ditaksir Forbes mencapai USD 126 miliar atau lebih dari Rp 1.900 triliun ini kian meroket seiring pesatnya perkembangan Nvidia, perusahaan teknologi chip yang ia bangun dari nol.

Namun, siapa sangka, perjalanan sukses Huang dimulai dengan mencuci piring di restoran. Pria kelahiran Taiwan tahun 1963 ini bukan berasal dari keluarga berada. Saat berusia 5 tahun, Huang pindah ke Thailand, kemudian pada usia 9 tahun, ia bersama saudaranya pindah ke Tacoma, Amerika Serikat, untuk tinggal bersama pamannya. Sang ayah memang memiliki impian besar untuk memberi masa depan yang lebih baik di Amerika. 

“Ayahku ingin membesarkan kami di negara yang luar biasa ini,” kata Huang mengenang perjalanan keluarganya.

Namun, kehidupan di Amerika tidak serta merta berjalan mulus. Huang ditempatkan di sekolah asrama Oneida Baptist Institute yang disangka bergengsi, tapi ternyata dipenuhi anak-anak bermasalah. Di sekolah itu, ia bahkan pernah diancam dengan pisau dan dibully untuk membersihkan toilet. 

"Aku mungkin sudah membersihkan lebih banyak toilet daripada kalian semua," kenangnya dengan penuh humor dalam pidato di Stanford.

Pada usia 15 tahun, pekerjaan pertama Huang adalah mencuci piring di restoran Denny’s. “Ini pekerjaan yang baik. Aku sangat merekomendasikan pekerjaan pertama di restoran, karena mengajarkan kerendahan hati dan kerja keras. Aku mungkin pencuci piring terbaik di Denny’s,” ujarnya dengan tawa.

Setelah lulus SMA, Huang melanjutkan kuliah di Oregon State University yang biayanya terjangkau, dan di sanalah ia bertemu istrinya, Lori Mills, satu-satunya mahasiswi teknik elektro di kampus tersebut. Mereka telah menikah lebih dari 30 tahun.

Kiprahnya di dunia chip dimulai setelah lulus. Ia bekerja di perusahaan semikonduktor sambil meraih gelar master di Stanford secara paruh waktu. Hingga pada Thanksgiving tahun 1993, Huang bersama dua rekannya, Chris Malachowsky dan Curtis Priem, merancang masa depan di atas secarik serbet di restoran Denny’s. Dari diskusi tersebut, Nvidia lahir dengan modal awal USD 40 ribu.

Perusahaan yang awalnya fokus membuat chip grafis ini akhirnya melantai di bursa pada 1999 dan meraih kesuksesan besar. Seiring berjalannya waktu, Huang melihat potensi chip untuk kecerdasan buatan, ambisi yang ia nyatakan pada 2014. Ketika AI menjadi tren, chip besutan Nvidia pun laris manis, membuat perusahaan ini jadi salah satu raksasa teknologi dunia.

Kepemilikan 3,5% saham Nvidia membuat kekayaan Huang melesat tajam. Menurut Forbes, hartanya kini mencapai USD 126 miliar, melonjak jauh dari lima tahun lalu yang ‘hanya’ USD 3 miliar.

Menurut Huang, kesuksesan tak hanya butuh kerja keras tapi juga ketangguhan menghadapi penderitaan. “Salah satu keuntunganku adalah ekspektasi yang rendah. Banyak lulusan Stanford memiliki ekspektasi sangat tinggi, tapi itu justru mengurangi ketangguhan. Aku tak tahu cara mengajarkan ini, selain berharap kalian merasakan penderitaan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda