Beranda / Sosok Kita / Kisah Sekjen ASEAN Pertama Hartono Rekso Dharsono

Kisah Sekjen ASEAN Pertama Hartono Rekso Dharsono

Minggu, 13 Agustus 2023 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Letnan Jenderal TNI (Purn) Hartono Rekso (H.R) Dharsono. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Soki - Letnan Jenderal TNI (Purn) Hartono Rekso (H.R) Dharsono merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations ( ASEAN ) yang pertama. 

Dia dikenal sebagai sosok yang tegas, jelas, dan demokratis. Dikutip dari Twitter Kementerian Pertahanan (Kemhan), @Kemhan_RI, H.R Dharsono adalah anak kesembilan dari 12 bersaudara, putra R. Prajitno Rekso, mantan Wedana Paninggaran Pekalongan yang memulai karier militernya dari Divisi Siliwangi. 

Orang-orang dekatnya memanggil H.R Dharsono dengan panggilan Pak Ton. Dia juga merupakan sahabat dari paman Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan juga sahabat dari orang tua Ketua Umum Partai Gerindra itu yakni, Soemitro Djojohadikoesoemo.

Pak Ton lahir di Pekalongan, 10 Juni 1925. Pak Ton dikenal paling menonjol sebagai Komandan Batalyon saat operasi penumpasan pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)/Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), dan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). 

Pak Ton menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi saat pemberontakan G30S/PKI. Dia juga sempat menjadi Atase Pertahanan di London, Inggris pada 1962-1964. 

Selain itu, dia juga pernah menjabat Panglima Kodam (Pangdam) Siliwangi pada periode 1966-1969 menggantikan Mayjen TNI Ibrahim Adjie. Pada saat menjabat, dia menampilkan wujud dari kemanunggalan ABRI dengan rakyat.

Pak Ton juga sosok sangat dekat dengan mahasiwa dan masyarakat. Dia sering memakai baret kujang dan muncul sebagai figur heroik.

Karier Militer 

Karier militernya diawali sebagai Komandan regu, komandan peleton di Divisi Siliwangi (1945 - 1947). Kemudian, dia menjabat Komandan Batalyon Badak Putih di Jonggol (1947 - 1948).

Selanjutnya, Pak Ton menjabat Komandan Batalyon 322/Siluman merah yang pernah ditugaskan menumpas pemberontakan PKI di Madiun pada periode 1948-1949. Lalu, dia menjabat sebagai Kepala Staf Brigade 23/Siliwangi yang ikut serta merencanakan operasi penumpasan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada periode 1950-1953.

Pada 1952, Pak Ton mendapat tugas belajar di Hogere Krijge School, Denhaag, Belanda. Pada 1953, dia menjadi perwira perbantukan pada Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) dan menjadi Asisten II Staf persiapan Akademi Militer Nasional.

Karier militernya semakin cemerlang. Pada periode 1954-1956, dia menjabat sebagai Kepala Staf Akademi Militer Nasional dan Wakil Gubernur Akademi Militer Nasional pada 1957-1958. Pak Ton menjabat Gubernur Akademi Militer Nasional pada 1958-1960.

Setelah itu, dia menjabat Kepala Staf Kodam III Siliwangi pada 1960-1962. Dia juga sempat menjadi Atase Militer RI di London pada 1962-1964. Dari London, dia kembali ke Tanah Air menjabat Perwira Pembina di Kodam III Siliwangi pada 1964-1965.

Kemudian, diangkat menjadi Asisten III Panglima Angkatan Darat pada 1965 hingga 1966. Dia sempat menjabat Deputi/Asisten Panglima Kopkamtib pada 1966.

Puncak karier militernya sebagai Pangdam Siliwangi pada periode 20 Juli 1966-April 1969 menggantikan Jenderal Ibrahim Adjie, orang dekat Soekarno. Kariernya tidak berhenti di militer. Pada 1969 hingga 1971, dia dipercaya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Thailand.

Selanjutnya, dia menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Rakyat Khmer dan juga menjabat Ketua Delegasi RI pada International Commission for Control and Supervision (ICCS) dalam upaya untuk mengakhiri perang Vietnam pada 1972-1975.

Lalu, sejak 7 Juni 1976 hingga 18 Februari 1978, Pak Ton menjabat Sekjen ASEAN yang pertama. Dia meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat pada 5 Juni 1996.

Salah satu tokoh yang mengenal H.R Dharsono adalah Juwana, ayah dari pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana. Juwana pernah menjadi bawahannya H.R Dharsono. 

“Beliau (H.R Dharsono, red) itu betul-betul tentara, disiplin, tegas, jelas di dalam perintahnya, tetapi sebelum ada keputusan di dalam suatu rapat atau suatu masalah misalnya, dia mempersilakan siapa saja memberikan pendapatnya tanpa pandang bulu,” ujar Juwana dihubungi SINDOnews, Sabtu (12/8/2023).

“Tegas, jelas, dan demokratis di dalam proses keputusan. Kalau sudah diputuskan, sudah tidak bisa lagi, prosesnya sangat demokratis,” sambungnya.

Dia juga menilai H.R Dharsono merupakan sosok yang pemberani. “Kalau dari segi nondinas, informal, itu sangat dekat dengan kita, sangat ramah, diajak pesta, makan, dansa-dansa, orangnya itu sangat manusiawi, tidak membedakan pangkat, derajat, dan segalanya di dalam tingkatan yang nonformil,” tuturnya.

Dia merasa Pak Ton merupakan sosok yang sangat kekeluargaan. “Pak Ton itu sebagai Duta Besar (Kamboja, red). Punya beberapa staf, saya yang pilih staf kantor duta besar itu. Awalnya saya sekretaris III, oleh Pak Ton jadi sekretaris II, saya itu membidangi masalah politik dan juga sebagai sekretarisnya dubes,” pungkasnya. [sindonews.com]

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda