kip lhok
Beranda / Sosok Kita / Oei Hui-lan: Perjalanan Seorang Putri Taipan Semarang Menjadi Ibu Negara China

Oei Hui-lan: Perjalanan Seorang Putri Taipan Semarang Menjadi Ibu Negara China

Jum`at, 16 Februari 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi Oei Hui Lan saat masih muda. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Soki - Keberadaan ibu negara selalu menjadi fokus perhatian publik, terutama dalam negara sebesar China. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa dalam sejarah modern China, terdapat seorang perempuan Indonesia yang memegang posisi prestisius sebagai first lady atau ibu negara.

Perempuan tersebut adalah Oei Hui-lan. Dilahirkan di Semarang pada tanggal 21 Desember 1889, dari keluarga terpandang, Oei Tiong Ham dan Goei Bing Nio, Hui-lan telah terbiasa dengan kemewahan sejak kecil. 

Ayahnya, seorang pengusaha gula terkemuka yang dikenal dengan sebutan Raja Gula Dunia asal Semarang, memberikan segala kebutuhan hidupnya dengan kemewahan yang jarang ditemui.

Dalam memoarnya yang berjudul "Oei Hui Lan: Kisah putri Sang Raja Gula dari Semarang," Hui-lan mengisahkan betapa kehidupannya sebagai putri seorang taipan diimpikan oleh banyak perempuan di dunia. Rumahnya yang luas, vila pribadi, paviliun, hingga pesta ulang tahun megah setiap tahunnya menjadi bagian dari kehidupan mewahnya.

Namun, takdir membawanya ke jalan yang tak terduga. Perkenalannya dengan Wellington Koo, seorang diplomat China yang pada saat itu merupakan salah satu tokoh terkemuka di negaranya, mengubah arah hidupnya secara drastis. 

Meskipun pada awalnya berstatus janda dan tinggal di London bersama ibunya, Hui-lan dan Koo akhirnya menikah di Brussel pada tahun 1921.

Kehidupan Hui-lan kemudian terangkat sebagai istri seorang pejabat tinggi China. Pada tahun 1926, saat Koo menjadi pelaksana tugas Presiden Republik China, Hui-lan secara efektif menjadi ibu negara. 

Dalam memoarnya, ia menceritakan bagaimana ia selalu mendampingi suaminya dalam mengawal eksistensi Republik China dengan menggalang dukungan di berbagai belahan dunia.

Namun, kehidupan pernikahannya tidak selalu berjalan mulus. Setelah berpisah pada tahun 1958, Hui-lan tinggal bersama suaminya di berbagai kota, termasuk Shanghai, Paris, dan London, sebelum akhirnya berpisah secara resmi. 

Meskipun begitu, ia tidak melupakan akarnya. Pada tahun 1986, Hui-lan mencoba peruntungannya dengan berbisnis di Indonesia, meskipun usahanya tidak berhasil.

Perjalanan hidup Oei Hui-lan berakhir pada tahun 1992, saat ia meninggal dunia di New York, yang berjarak ribuan kilometer dari tanah kelahirannya. Kehidupannya yang penuh warna, dari kemewahan di Semarang hingga menjadi ibu negara China, menjadi cerminan perjalanan seorang putri taipan Semarang yang menakjubkan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda