kip lhok
Beranda / Sosok Kita / Sherly, Aktifis dan Jurnalis Yang Berprestasi Dalam Olahraga Menembak

Sherly, Aktifis dan Jurnalis Yang Berprestasi Dalam Olahraga Menembak

Kamis, 08 April 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Ibu tiga anak ini terlihat masih energik dan dikenal supel dalam bergaul. Segudang prestasi telah diukirnya. Kalau soal menembak dia terbilang ahli, sudah 20 medali, emas, perak, perunggu yang dikalungkan ke lehernya.

Dia juga dikenal sebagai aktivis dan jurnalis. Dari mudanya dia sudah berkarya untuk negeri ini. Saat menjadi aktivis dan dipercayakan sebagai ketua umum Korp HMI Wati (KOHATI) cabang Langsa, dia menjadi singa podium.

Namanya Sherly Maidelina , kelahiran Langsa, 16 Mei 1985. Namanya mulai dikenal khususnya di Langsa sejak tahun 2002, ketika itu dia sudah mulai menjabat pimpinan beberapa organisasi. Dia terbilang wanita yang gesit dan energik.

Ketika berbicara dengan Dialeksis.com, Kamis (08/04/2021) walau hanya melalui selular, terdengar suara tawanya bagaikan tanpa beban. Sherly, SMA sudah aktif dalam organisasi. Dia menjadi ketua Pramuka Saka Bhayangkara Polres Langsa. Kemudian aktif mendirikan Pramuka Saka Bahari serta Pramuka Racana Unsam Langsa dengan jabatan terakhir yaitu pemangku adat.

Karir berorganisasi semakin meningkat setelah ia masuk organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sejak 2003. Tahun 2007, Sherly terpilih menjadi ketua umum Korp HMI Wati (KOHATI) HMI Cabang Langsa dan 2009 ia menjabat Ketua Bidang Intern KOHATI Badko Aceh dan mulai menetap di Banda Aceh. Berorganisasi bagi Sherly, khususnya di HMI membawa perubahan pada sikap dan karakaternya.

"Pramuka mengajarkan saya keberanian di alam juga kesetiakawanan dan HMI mengajarkan saya arti berani dengan lebih luas lagi. Seperti berani tampil mengemukakan pendapat, berani menjadi pimpinan, belajar perpolitikan negeri, serta persiapan-persiapan untuk menempati posisi penting demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah SWT, sebagaimana tujuan HMI yang ditanamkan dalam diri setiap kadernya" ucap jurnalis ini.

Menyingung tentang dunia Pers, Sherly mengakui dia jatuh cinta pada urusan berita, paska tsunami Aceh. Tahun 2005 silam, dia mulai menggeluti dunia kuli tinta dengan aktif menjadi jurnalis. 2006 ia sempat magang di Internews Indonesia program Peunegah Aceh selama tiga bulan.

Menurutnya media ini sudah mengasah kemampuan otaknya untuk menulis berita dengan menarik dan etika profesional yang wajib dimiliki seorang insan pers. Kaidah itu melekat dalam sanubarinya.

Dia juga punya kenangan “pahit berbuah manis” dalam dunia jurnalistik. Suka duka dilalui, bahkan ada tetesan air mata.

"Saya sempat menangis sewaktu kerja di Internews, karena deadline berita dan kesalahpahaman cara kerja dengan pimpinan. Tapi secara keseluruhan, Internews mengajarkan saya untuk benar-benar menjadi kuli tinta yang menghasilkan tulisan dan pribadi kerja yang berkualitas," kata Sherly.

Berbekal ilmu saat magang di Internews, pada 2008 Sherly berhasil mengikuti seleksi untuk jabatan jabatan Redaktur Serambi Indonesia Penyiaran. Dia meraih tiket itu, dimana tulisannya terpilih menjadi yang terbaik dari pelamar lainnya.

Sayangnya, pekerjaan sebagai Redaktur di Serambi hanya bertahan setahun saja setelah ia menikah, dia resign, karena tidak kuat bekerja dengan deadline padat. Namun sebagai jurnalis dia pernah meraih juara dua ketika dilangsungkan lomba oleh PWI Langsa dan rangka hari Pers nasional.

Ibu dari tiga orang anak yang single parent ini, mengaku bahwa sebagai aktifis perempuan dan dikenal sebagai jurnalis, tak banyak rekan-rekannya yang tahu bahwa ia juga memiliki prestasi di bidang olahraga. Urusan mengedipkan mata sebelah saat membidik merupakan keahlianya. Untuk olahraga menembak dia sudah mengantongi 20 medali emas, perak dan perunggu sejak 2006 s/d 2021.


"Persepsi orang menembak erat kaitan dengan dunia TNI/Polri, sehingga tidak banyak rekan aktivis yang tahu bahwa saya juga atlet menembak. Mulai beberapa tahun inilah kawan-kawan mulai bertanya dan terheran-heran mengapa saya bisa menembak dan mungkin karena pengaruh sosmed juga sehingga sekarang info lebih cepat menyebar," kata Sherly.

Soal menembak, di negeri dingin Takengon saat dilangsungkan Porda (kini Pora) tahun 2006 adalah perjalanan karir sejarah yang terindah buatnya. Sherly menyabet dua emas di Porda Takengon.

"Wah itu sejarah banget, kemenangan saya dianggap sebagai penyelamat dan saya disanjung-sanjung dan disarani masuk TNI/Polri. Tetapi saya sudah terlanjur asyik menggeluti dunia kuli tinta dan aktifis. Saya kira kedepan ingin menjadi anggota DPR walau akhirnya sampai sekarang pun malah saya belum mau nyaleg," sebutnya, suara tawanya terdengar renyah.

Porda Takengon 2006, Pora Bireun 2010 dan disejumlah Kejurda yang diselenggarakan Provinsi Aceh, nama Sherly selalu meraih medali emas. Prestasi itu telah membuat jurnalis ini terpilih menjadi satu-satunya atlet putri pelatda Aceh tahun 2011.

"Dulu atlet menembak belum sebanyak sekarang. Dulu atlet putri hanya saya sendiri yang berangkat Kejurnas. Sekarang Alhamdulillah sudah banyak atlet baru, dan untuk kelas air pistol yang saya geluti sudah ada regenerasi,” sebutnya.

Dia juga mengisahkan pengalamanya di soal regenerasi. Dia bersyukur ada Polwan dari Langsa yang lolos PON. Kejurda lalu, atlet Polwan ini (Derli) meraih juara satu dan Sherly juara dua. Mereka sama sama dari Langsa. Mereka bagaikan kakak beradik, satu daerah lagi.

Sherly merupakan Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris Unsam Langsa ini. Dunia yang ia geluti, semuanya saling berkesinambungan dan tidak ada yang kontra.

"Saya pernah hijrah ke Jogja empat tahun lamanya, disana tetap diundang menjadi pemateri dan mengelola training HMI serta tetap meraih juara satu di event Pora atau Kejurda Yogyakarta, serta tetap menulis berita di media online," katanya.

Menurutnya, hal paling menarik dari seorang penulis yaitu ketika mengangkat tentang human interest. Kalau menjadi intruktur di HMI adalah karena rasa bertanggung jawab, menanamkan nilai-nilai haq dalam diri kader.

Kalau soal atlet ada kesan yang indah di lubuk hatinya. Saat menjadi atlet menembak, dalam setiap event pertandingan, adalah rasa persaudaraan. Tidak ada lawan, karena menurutnya lawan itu bukan orang lain, melainkan diri sendiri.

Di menembak saya memperoleh banyak medali, karena menembak itu benar-benar ditentukan oleh stabilnya emosi, jelanya.

Kestabilan emosi diperoleh Sherly ketika menjadi anak HMI, berkali-kali menghadapi persoalan, namun tetap selalu ada arahan agar tenang dan fokus pada tujuan. Di jurnalis, dia berkesempatan mengekspresikan karya untuk dibaca khalayak ramai.

Tiga rasa menjadi satu, atlet, aktivis, dan jurnalis sudah merasuk dalam jiwanya. Tidak bisa dilekangkan dari aliran darah yang senantiasa memacu detak jantungnya.

Soal cita-cita, Sherly punya visioner. Namun dia punya pola pikir yang sederhana. Hanya ingin yang bermanfaat saja.

“Jikalau kedepan bisa jadi menteri atau Presiden RI, Alhamdulillah, yang penting semoga amanah dan dipilih karena memang dirasa tepat dan bermanfaat untuk memajukan negeri," sebutnya berkelakar.

Ternyata di Aceh ada wanita tangguh yang gemar melepaskan proyektil peluru dari selongsongnya. Sekaligus sebagai akvitis yang sudah melahirkan karya-karya, dan juga jurnalis yang talenta mengolah kata. Sherly. ***** ( Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda