kip lhok
Beranda / Tajuk / Apa Aceh Sudah Bebas Covid-19?

Apa Aceh Sudah Bebas Covid-19?

Senin, 06 April 2020 11:38 WIB

Font: Ukuran: - +


Apakah Aceh sudah terbebas dari gempuran corona? Masyarakat sudah mulai memberanikan diri keluar rumah, sudah mulai terlihat ramai di jalan raya. Warung warung yang sebelumnya sepi, namun setelah dicabut pemberlakukan jam malam, kini mulai ramai.

Benarkah Aceh sudah terbebas dari corona? Lihatlah grafik update corona. Angkanya menunjukan kenaikan, baik ODP dan PDP. Walau PDP yang positif Covid-19 berkurang dari sebelumnya.

Orang Dalam Pamantauan (ODP) mencapai 1.179 orang (sehari sebelumnya 1.111) angkanya terus bergerak naik dari hari sebelumnya. Pasien dalam perawatan (PDP) juga mengalami kenaikan, ada 52 kasus (sebelumnya 49).

Demikian dengan grafik di Bumi Pertiwi, angkanya mengalami kenaikan. Positif corona bertambah ( update Minggu 5/4/2020). Pasien yang dinyatakan terinfeksi virus bertambah menjadi 2.273 orang, ada penambahan 181 orang dari sehari sebelumnya.

Menurut Jubir Covid pemerintah, Achmad Yurianto, korban yang meninggal juga bertambah 7 orang. Hingga saat ini yang meninggal di Pertiwi terkena corona sudah mencapai 198 orang. Angka penyembuhan juga menunjukan kenaikan, bertambah 14 orang, sudah 164 yang sembuh.

Apakah Aceh sudah terbebas corona? Walau Aceh tidak mengalami kenaikan pasien positif terinfeksi virus, namun PDP mengalami peningkatan. Demikian dengan ODP. Apakah ini bukan sebuah bukti Aceh masih belum terbebas dari Covid-19?

Sampai kini belum ada pihak yang berani menyatakan Aceh terbebas dari Covid-19. Sejak di Aceh dinyatakan ada PDP yang positif corona ( 5 orang, satu meninggal, 4 dalam perawatan, dimana kini 3 orang dinyatakan sembuh), angka positif corona memang tidak menunjukan grafik kenaikan. Namun bukan berarti Aceh bebas dari gempuran corona.

Mahluk yang tidak kasat mata ini masih ada, belum ada pihak yang berani menyatakan Aceh bebas corona. Namun ketika pemerintah mencabut diberlakukanya jam malam, ada kesan di masyarakat, Aceh seperti sudah terbebas dari serangan corona.

Sangat berbahaya bila lengah. Selama ini masyarakat “sudah mematuhi” anjuran untuk mengurung diri. Namun ketika ada kebijakan pencabutan jam malam, bukan berarti semuanya sudah bebas seperti sedia kala. Musuh yang tidak nyata ini masih mengintai manusia.

Melihat perkembangan Aceh usai dicabut pemberlakukan jam malam dan 3 PDP dinyatakan negatif, banyak pengamat yang resah. Salah seorang pengamat Kebijakan publik, Dr Nasrul Zaman ST M.Kes, melihat situasi ini dalam tingkat berbahaya.

Untuk mengatasi hal ini, Nasrul Zaman meminta Pemerintah Aceh harus mengefektifkan razia melalui Satpol PP Aceh dan Satpol PP kabupaten/kota.

Amankah Aceh? Tidak ada satu pihakpun yang menyatakan Aceh sudah aman dari serangan wabah. Untuk itu, sudah sepatutnya dan memang harus, semua pihak mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah. Jangan dilanggar. Jangan beri peluang wabah corona untuk menyerang kita. Menjaga, menghindari itu lebih baik daripada mengobati.

Tugas menghadapi corona ini, bukanlah dibebankan kepada satu pihak atau kelompok. Namun semua pihak harus terlibat secara bersama-sama memeranginya. Wabah ini tidak mengenal pangkat dan jabatan. Oleh karenanya menjadi kewajiban kita bersama memghadapinya.

Sebagai masyarakat, kita bukan hanya harus patuh terhadap protokol kesehatan, namun harus berperan aktif, menjaga diri, keluarga dan lingkungan dari serangan wabah. Jangan menyerahkan persoalan ini kepada pihak tertentu, karena wabah ini adalah tantangan bersama.

Kita semua harus komitmen. Bahu membahu, mengupayakan apa yang bisa dilakukan dalam memerangi wabah ini. Komitmen dalam kebersamaan, bukan hanya menjadi sebagai sumber kekuatan, namun kunci dari keberhasilan perjuangan memerangi wabah ini.

Sudah menjadi suratan, gempuran corona telah membabak belurkan seluruh sisi aktifitas manusia. Sumber penghidupan hancur. Ekonomi masyarakat tercerai berai. Kelas menengah ke bawah mendapatkan kenyataan pahit, untuk mendapatkan sesuap nasi sudah terasa susah.

Tidak beraktifitas ancaman kelaparan di depan mata. Namun dibalik itu, ada ancaman yang lebih ganas lainya belum tuntas teratasi. Belum ada pihak yang berani menyatakan bahwa di Bumi Aceh virus corona sudah hilang.

Tuhan masih memberikan akal kepada kita, untuk menghadapi corona dan sulitnya tantangan hidup. Bagi ekonomi menengah kebawah, mereka harus berjuang antara serangan corona dan upaya mendapatkan sesuap nasi.

Tantangan hidup yang perih. Jangan terlalu berharap pada pemerintah. Jangan terlalu berharap adanya sebuah kebijakan yang mampu memenuhi keinginan semua pihak. Melihat apa yang sudah dilakukan pemerintah saat wabah ini, menandakan pemerintah tidak mampu mengurusi semua persoalan.

Dalam kondisi negeri ini damai, tidak seluruhnya mereka yang hidup dalam garis kemiskinan mampu diayomi pemerintah. Masih banyak saudara saudara kita yang tidak masuk dalam daftar untuk mendapatkan bantuan pemerintah.

Bertahanlah dan bersabarlah. Berjuanglah mengatasi keadaan ini, karena kebersamaan kita sangat menentukan sebuah keberhasilan. Apa yang mampu dan dapat dilakukan, kerjakanlah dengan ihlas. Tidak ada perjuangan yang mudah, semuanya dibaringi dengan tantangan.

Semuanya membutuhkan pengorbanan. Kali ini pengorbanan itu menuntut kita bersikap, menjaga diri, mengikuti aturan yang diterapkan, di sela sela perjuangan pahitnya hidup. Menjaga diri dalam mencari sesuap nasi.

Kita harus keluar sebagai pemenang saat cobaan datang menghampiri. Aceh belum ada pihak yang berani menyatakan bebas dari wabah. Kalau bukan kita yang melindungi diri sendiri, bahu membahu memeranginya, siapa lagi yang mau kita harapkan?

Bangkitlah! Hadapi kenyataan hidup yang sudah dibentangkan Tuhan dihadapan kita. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, bila kaum itu tidak berjuang mengubahnya. Tuhan menurunkan cobaan, merupakan upaya melatih kita untuk menghadapinya. Berjuanglah, semoga kita keluar sebagai pemenang.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda