kip lhok
Beranda / Tajuk / Corona Ujian Tuhan dan Cara Kita Menyikapinya

Corona Ujian Tuhan dan Cara Kita Menyikapinya

Senin, 16 Maret 2020 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Siaga corona (foto/ Antara)

DIALEKSIS.COM -  Tuhan  menurunkan penyakit untuk menguji ketangguhan manusia. Bagaimana manusia menghadapi sebuah tantangan berupa penyakit, ada akal yang dititipkan Tuhan untuk menjawabnya. Setiap tantangan ada peluang dalam mensiasatinya.

Beragam cara Tuhan mengantikan sebuah generasi manusia di bumi. Sekenario Tuhan jauh lebih sempurna, ada kalanya akal dan kemampuan manusia tidak mampu menjangkaunya. Kini Tuhan sedang menunjukan kekuasanya, membuat isi dunia panik.

Kini dunia diresahkan dengan wabah corona. WHO sudah menyatakan corona sebagai pandemi. Dunia yang semakin dekat, siapapun bisa keluar masuk ke dalam satu wilayah, membuat virus ini menjelar kemana mana. Covid-19 telah membuat dunia siaga. Ada upaya pencegahan agar tidak melabar (lockdown), sembari manusia terus “belajar” mendapatkan penawar yang jitu.

Setiap manusia berupaya menghindari dan mencegahnya. Namun kemampuan manusia ada batasnya. Ada yang sudah terkena wabah, walau dia tidak pernah meminta kehadiran wabah itu.Tidak ketinggalan Indonesia, negeri ini juga disibukan dengan corona.

Bahkan aktifitas masyarakat “nyaris” terhenti. Kegiatan yang dapat berkumpul orang banyak ditunda. Sekolah dirumahkan, perguruan tinggi menggunakan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kegiatan di pemerintahan juga “terganggu”. Nyaris semuanya dirumahkan.

Bagi yang terkena wabah corona diisiolasi. Namun karena ini menyangkut persoalan kemanusian, mereka yang sudah terkena wabah, dimana mereka tidak pernah meminta untuk diserang wabah, janganlah dikucilkan. Diisiolasi untuk penyembuhan bukan berarti dikucilkan.

Sejarah sudah mencatat bagaimana memperlakukan manusia yang terkena wabah. Pada masa Rasullullah penyakit wabah juga sudah ada dan Rasul sudah mengajarkan kepada kita untuk menanganinya.

Di zaman Rasululullah SAW pernah terjadi wabah kusta. Wabah mematikan dan ketika itu belum diketahui penawarnya. Rasul mengeluarkan perintah untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra.

Nabi Muhammad SAW juga memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Demikian sebaliknya, bagi mereka yang ada dalam satu wilayah terkena wabah untuk tidak keluar dari wilayah itu.

Pada masa khalifah Umar Bin Khatab juga terjadi wabah di negeri Syam, pada 6 Hijriah. Umar memegang teguh amanah Rasul dan para sahabat yang berada di wilayah itu juga tidak keluar. Wabah thaun melalui bakteri pasterella pestis, merupakan wabah yang merengut nyawa.

Sejumlah sahabat Rasul kembali keharibaan Ilahi. Tercatat ada sejumlah nama yang terkenal diantaranya; Muaz Bin Jabbal, Yazid Bin Abu Sufyan, Abu Ubaidah, Syarhil Bin Hamzah, serta sejumlah nama lainya bersama dua puluh ribu lebih yang menghembuskan nafas terahir karena kolera.

Dua wabah pada masa Rasul dan Khalifah, saat itu belum ada penawarnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, gigihnya manusia berusaha, atas ijin Allah, wabah itu sudah ditemukan obatnya. Kusta dan kolera sudah ada penawarnya.

Kini Covid- 19 menghantui manusia. Sejarah wabah dengan perbedaan jenis penyakit senantiasa hadir di muka bumi. Tuhan sudah mengaturnya. Kembali ke kita bagaimana kita menyikapinya. Sebagai manusia yang diberikan akal, kita tidak boleh pasrah berpangku tangan.

Minimal sebelum ada penawarnya yang pasti, kita dapat membentengi diri. Menghindari peluang peluang terkena serangan corona. Menjaga kesehatan seperti yang sudah dianjurkan. Mematuhi ketentuan yang disampaikan pemerintah, serta sebagai manusia kita punya kewajiban melantunkan doa.

Bermohon kepada yang menciptakan wabah, agar ada penawarnya, sehingga manusia terbebas dari virus ini. Namun bila hanya berdoa tanpa sungguh sunguh dari mereka yang ahli dalam penangangan wabah, penawarnya tidak pernah akan ditemukan. Kita harus mencarinya.

Bersikaplah bijak, jangan panik, namun harus tetap waspda. Bila ada saudara kita yang sudah terkena wabah, walau nantinya mereka diisolasi, namun mereka tidak harus dikucilkan. Karena mereka sendiri tidak pernah meminta wabah itu hinggap ditubuhnya.

Setiap manusia memiliki peluang yang sama terkena wabah. Tidak peduli dia orang pemerintahan atau rakyat. Buktinya orang pemerintahan juga bisa terkena corona. Wabah tidak mengenal jabatan.

Namun sebagai manusia, kita diberikan akal. Apabila mampu kita hindari, mengikuti himbauan yang sudah disampaikan pemerintah, mengapa kita tidak melakukanya? Bila kita sudah berupaya menghindarinya dengan membatasi diri, kuatkan diri dengan senantiasa bermohon kepada yang maha segala-galanya.

Sebagai manusia, kita harus berupaya mencegahnya. Berupaya mendapatkan penawarnya. Namun sebagai manusia kita juga jangan lupa, kita adalah milik sang pencipta. Untuk itu bersabarlah. Tanamkan kenyakinan dan berbaik sangka akan ketetapan Allah. Mungkin selama ini kita lupa siapa diri kita.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda