kip lhok
Beranda / Tajuk / Hamba Virtual

Hamba Virtual

Kamis, 20 Juni 2019 16:56 WIB

Font: Ukuran: - +


Dunia berubah. Kehidupan berubah. Teknologi bertambah. Cara menghibur diripun berubah. Setidaknya ada fenomena hari ini, anak-anak lebih memilih diberikan telepon pintar daripada uang (angpau) lebaran.

Bila kita flashback sejenak ke tahun 90-an. Di Aceh mungkin hanya familiar dengan hape merek Nokia. Hanya bisa untuk teleponan dan smsan. Pun, ada pula fitur hiburan, seperti permainan.  

Saat itu misalnya, diwaktu senggang, kita membuka 3310 atau 3315. Nokia 3310 cukup populer untuk bermain game. Ada ‘snake’. Kita menjadi ular yang kelaparan mencari makanan. Jalan ular berliku, kewalahan memburu mangsa tanpa henti sampai terkadang ular mati menabrak badannya sendiri.

Ingin sedikit tantangan, kita akan mainkan ‘space defense’. Kita seakan-akan menjadi pilot sebuah jet yang melewati rintangan monster di luar angkasa.

Game hitam putih itu tergantikan ketika hadir playstation (PS) tahun 2000-an. Perubahan platform dan jenis game terus terjadi hingga dalam setahun terakhir, di Aceh misalnya, kita mendengar anak-anak hingga orang dewasa awal asik bermain PUBG di hape.

Player unknown's battle grounds (PUBG) dikembangkan oleh perusahaan Tencent Games asal Cina. Dirilis tahun 2017. Menurut catatan PUBG Mobile South East Asia, Indonesia menjadi negara kedua terbanyak di dunia untuk jumlah pemain PUBG Mobile.

Game ini bergenre battle royal dengan fitur multiplayer. Seorang gamer dapat bermain bersama hingga sampai 100 orang. Istilahnya, perang virtual.

Anak Aceh generasi 90-an, mungkin sering bermain perang sungguhan di bantaran sungai. Dua tim berbeda dari anak-anak desa, membuat alat perang dari tanah dan kayu. Mereka saling perang dari persenjataan buatan tangan sendiri.

Kini kehadiran game virtual (tidak hanya PUBG, juga Mobile Legend, DOTA 2, dan lainnya), diduga telah merenggut kehidupan sosial masyarakat. Baiklah, kita koreksi: bukan merenggut, tapi mengikis kehidupan sosial di dunia nyata.

Kita bisa lihat di bulan Ramadhan 1440 H. Sekilas, anak-anak hingga para pemuda, ketagihan dengan game virtual di telepon pintar, semisal dalam menunggu waktu berbuka atau di sela-sela kesibukan kerja.

Ada buktinya, sebagaimana diakui Head of PUBG Mobile South East Asia Oliver Ye. Kata dia, orang Indonesia gemar memainkan PUBG Mobile lebih dari 2 jam tanpa henti dalam satu sesi.

Jumlah itu tercatat di hari biasa, dan jumlahnya bisa bertambah banyak pada momen-momen tertentu. "Seperti selama Ramadhan ini. Mereka banyak menghabiskan waktu dengan bermain," kata Oliver Ye, seperti dikutip inet.detik dari VSPN Esport Area, 9 Mei 2019.

Kehadiran game virtual juga menggeser permainan di dunia nyata. Saat Lebaran Idul Fitri lalu misalnya. Sekilas bila diperhatikan, anak-anak tidak lagi menggandrungi main tembak-tembakan di jalanan. Tidak seperti pemandangan yang biasa ditemukan saat momen hari raya sebelumnya.

Tidak ada lagi sekelompok anak-anak bersenjatakan lengkap menunggu kelompok lain yang melintas dari jalan untuk adu perang. Pun di toko, penjual senjata mainan nampak sepi pembeli.

Contoh saja di Bireuen. Omset pedagang senjata mainan pada Idul Fitri kali ini anjlok, meskipun harganya sama dengan lebaran sebelumnya.

"Tahun lalu hari raya pertama saja dapat uang satu hari Rp 15 juta. Lebaran kali ini raya pertama cuma dapat Rp 7 juta," kata seorang penjual senjata mainan di Bireuen kepada Dialeksis.com.

Baca: Omset Penjualan Senjata Mainan Menurun

Kemarin, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa haram untuk bermain game PUBG dan sejenisnya. Keputusan ini dikeluarkan saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mengkaji wacana haram main PUBG. 

Namun di luar sana, larangan bermain PUBG sudah lebih dulu dikeluarkan pada tahun ini, diantaranya Gujarat (India), Irak, dan Nepal. Mereka sepakat game ini lebih mengandung banyak unsur negatif daripada positifnya.

MPU Aceh sendiri mengeluarkan fatwa ini setelah melakukan kajian mendalam selama tiga hari. Fatwa ini sontak mengagetkan sejumlah penggemar PUBG. Namun, mereka masih harap-harap cemas menunggu keputusan Pemerintah Aceh terhadap rekomendasi MPU Aceh tersebut.

Game virtual bisa saja ditolak. Tapi teknologi terbarukan akan terus bermunculan selama manusia terus mengembangkan kreativitasnya.

Kita perlu misalnya mengenal teknologi Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), dan Artificial Intelligence (AI).

VR menghadirkan user dalam dunia virtual, sensasinya hampir seperti seseorang bermain PUBG, atau mengunjungi suatu destinasi wisata bisa dengan hanya menggunakan headset VR, tanpa harus berpindah tempat.

Lalu AR menghadirkan efek virtual dalam dunia sesungguhnya. Pengguna dapat merasakan efek ini melalui ponsel pintar yang sudah terinstal aplikasi pendukung AR, seperti saat seseorang bermain pokemon GO.

Terakhir, AI, yang sangat dikhawatirkan oleh manusia karena sebuah robot IA bisa menggantikan kerja-kerja manusia dengan lebih efisien.

Teknologi bisa saja menciptakan berbagai jenis aktivitas dunia virtual. Namun sebagai manusia, kita punya nurani untuk membentengi diri menjadi ‘hamba virtual’. Kita hanya harus lebih pintar dari telepon pintar dan robot pintar itu.(Redaksi)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda