DIALEKSIS.COM | Tajuk - Semua mata sedang melihat Tito Karnavian sebagai tersalah. Tersalah karena keputusannya memindahkan 4 pulau milik Aceh ke wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara telah memicu kemarahan rakyat Aceh.
Tapi, apa mungkin Tito Karnavian bertindak sendiri tanpa ada perintah dan restu? Apa mungkin sebagai bawahan, keputusannya menyangkut daerah berstatus khusus tidak dikonsultasikan dengan Presiden RI, Prabowo Subianto?
Sebagai menteri yang pernah bertugas di daerah konflik Papua sebagai Kapolda, Tito memang cocok untuk “menaklukkan” Aceh. Apalagi Tito juga pernah menjadi Kepala Datasemen Khusus 88 Antiteror. Cukup kredibel untuk mengamankan keputusan bernilai strategis.
Partanyaanya, strategis untuk siapa 4 pulau itu sehingga membuat Tito mengapresiasi kunjungan Bobby Nasution dan Masinton yang menawarkan kerjasama pengelolaan 4 pulau? Sebelumnya, Bupati Tapteng Masinton bahkan harus berterimakasih kepada Tito yang sudah menghadiahkan 4 pulau ke Tapteng.
Di sinilah publik Aceh dan publik nasional mulai mengkritisi. Bahwa Kepmendagri 300.2.2-2138 Tahun 2025 bertanggal 25 April 2025 bukan sekedar urusan kode, data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau.
Ini jelas ada kaitannya dengan sumber daya alam sebagaimana disebut dalam Pasal 289 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal ini Kemendagri memang diberi hak memberi pertimbangan untuk menetapkan daerah penghasil sumber daya alam.
Dan, publik pun terhubung dengan geliat Gubernur Sumut Bobby Nasution yang dengan mengenderai mobil menuju Aceh untuk menjumpai Gubernur Aceh,’Muzakkir Manaf guna menawarkan kerjasama pengelolaan 4 pulau. Dan, Masinton yang melempar kabar bahwa ada potensi Migas yang besar di Blok Tapanuli dan Blok Singkil.
Dan, sehubungan dengan meledaknya kasus Tambang Raja Ampat terbukalah apa yang oleh publik menyebutnya agenda jahat Genk Solo dan Genk Medan. Jejak digitalpun diungkap ke permukaan dan publik sampai pada satu pandangan selamatkan 4 pulau milik Aceh.
Tapi, menjadi teka teki adalah apakah genk shadow state ini terlindungi dengan Presiden sehingga harus menunggu pekan depan untuk menghadirkan putusan? Jangan-jangan Prabowo sedang memikirkan exit strategy sehingga perlu menggerakkan Yusril Mahendra menyampaikan bahwa terkait 4 pulau belum ada keputusan final dan Kepmendagri bukan penentu batas wilayah.
Tapi publik sudah kadung tahu, bahwa dalam lampiran Kepmendagri terbaru, posisi 4 pulau sudah berada dalam wilayah administrasi Tapteng. Sedangkan di wilayah administrasi Singkil 4 pulau itu sudah raib. Bahkan, di lampiran jumlah desa/gampong di Aceh berkurang, hanya tercatat 6.500 desa.
Dan, rakyat Aceh sudah murka. Mereka memperlihatkan aksi perlawanan yang melampaui perintah Gubernur Aceh yang menjalankan politik bek syech syoch dan selow. Warga Aceh bahkan sudah sampai pada aksi mengepung kantor Gubernur Aceh seraya membawa bendera Gerakan Aceh Merdeka.
Tekanan besar publik ini akan menentukan apakah Prabowo akan memilih untuk melindungi “shadow state” dari Genk Solo dan Genk Medan, atau memilih jalan berdiri bersama rakyat Aceh menjaga kedaulatan Aceh atas 4 pulau yang secara hukum dan historis tercatat.
Jawabannya sangat ditentukan oleh rakyat Aceh dan Presiden Prabowo sendiri, dan bahkan Mualem tak bisa mengendalikannya lagi. [red]