kip lhok
Beranda / Tajuk / Pesona Politik Muhammad Nazar

Pesona Politik Muhammad Nazar

Minggu, 28 Juli 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Muhammad Nazar, calon Gubernur Aceh. Foto: net


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Muhammad Nazar memang sudah lama tidak lagi menjabat. Tapi, mantan wakil gubernur Aceh 2007-2012 itu bisa dibilang belum pudar pesona politiknya. 

Itu terlihat dari survey Indometrik. Dari sembilan nama yang dilakukan survey preferensi, nama mantan Ketua SIRA itu dinilai cukup populer, meski masih dibawah Muzakir Manaf. 

Meski kalah populer dengan Mualem, tapi pejuang referendum itu, merujuk survey, cukup disukai oleh masyarakat, mengalahkan Mualem, Haji Uma, Haji Ruslan Daud dah Nasir Djamil. 

Dengan begitu secara elektabilitas bisa dikatakan Nazar dipandang sebagai sosok yang paling banyak dipilih dibanding tokoh-tokoh lain yang digadang-gadang sebagai bakal calon gubernur Aceh. 

Dengan begitu Nazar dimata masyarakat dinilai memiliki kriteria seorang pemimpin yang diidamkan. Kriteri kunci itu adalah kompetensi, religiusitas, kecerdasan/intelektual, pengalaman, program kerja, integritas, prestasi, keberanian, tanggungjawab, kepedulian, merakyat, ideologis, bijak, punya jasa pada daerah/masyarakat, energik dan networking. 

Dari pantauan Dialeksis, politisi yang pernah berpasangan dengan Nova Iriansyah ini diketahui cukup aktif melakukan gerilya politik baik ke berbagai partai politik maupun kunjungan ke berbagai daerah. Nazar juga cukup mampuni menjadi khatib khutbah jumat. 

Sebagai alumnus IAIN Ar Raniry yang saat ini bernama UIN Ar-Raniry itu juga intelektual yang mampu berbicara dalam bahasa Inggris, termasuk juga dalam bahasa Arab, bahkan lebih fasih dari bahasa Inggris. 

Nazar juga dikenal sebagai cenkiawan muslim yang mampu membaca kitab, termasuk kitab gundul. Lebih dari itu Nazar juga punya kemampuan menulis secara ilmiah dalam bahasa Arab dan juga Inggris. Kemampuannya ini diketahui oleh ulama dan para santri di Aceh. 

Dengan begitu, bila sekedar berpidato maka sudah hal lumrah baginya, baik itu dalam bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia apalagi dalam bahasa Aceh. 

Bedanya, Nazar tidak berpenampilan dengan pakaian layaknya pakaian yang dikenakan umumnya ulama. Sebab dirinya lebih umum dikenali sebagai aktivis, politisi, cendikia modern dan pemikir. 

Muhammad Nazar juga kerap diminta pandangannya oleh santri, alumni dayah, termasuk juga oleh kaum akademik kampus bahkan juga oleh masyarakat umum. Dengan begitu sosok Nazar bukan yang duduk dimenara gading, dia ada untuk semua kalangan. 

Dengan kata lain, meski Nazar tidak pernah menyebut dirinya ulama tetapi para ulama dan santri di Aceh yang mengenal dekat Nazar dan kemampuannya dalam urusan ilmu agama sangat menghormatinya. 

Nazar, saat secara dan bila bertemu ulama atau santri senior yang masih aktif di dayah, sering menyapanya dengan panggilan guree atau teungku. Malah jarang disapa dengan panggilan jabatan Wagub yang pernah disandangnya. 

Dengan begitu secara kriteria kepemimpinan Aceh, merujuk Qanun Meukuta Alam cukup layak untuk menjadi Kepala Pemerintah Aceh. 

Tidak hanya di situ, Dialeksis juga memantau gerak politik Muhammad Nazar diberbagai lini media sosial yang cukup mendapat sambutan dari publik netizen. Ini artinya dikalangan pemilih milenial, sosok Ketua Partai SIRA itu punya daya tarik khusus. 

Dengan kemampuan komunikasinya yang humble dan berbobot diyakini jika Muhammad Nazar adalah lawan tanding yang kuat bagi Muzakir Manaf. Sedangkan Bustami, akan kalah jauh jika dirivalkan dengan Muzakkir Manaf yang jejak politiknya baru dimulai usai mendapatkan “berkah” politik dari hasil dukungan Muzakkir Manaf.[]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda