kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dr Amri: RUPS Bisa Terlaksana dan Bisa Diwakilkan Orang Lain

Dr Amri: RUPS Bisa Terlaksana dan Bisa Diwakilkan Orang Lain

Minggu, 20 Juni 2021 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Pakar Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Amri, SE, MSi .[Foto: Dok. Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tertundanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Aceh Syariah (BAS) menjadi tanda tanya bagi banyak orang. Pemegang saham dari BAS meminta agar segera terlaksananya RUPS ini dan dilakukan secara tatap muka. 

Tertundanya RUPS ini bisa menjadi penghalang BAS untuk mencapai tujuan dari sebuah perbankan dan membangun ekonomi rakyat Aceh.

Permintaan diselenggarakannya RUPS oleh pemegang saham yang memiliki hak suara melalui surat tercatat sudah disampaikan beberapa waktu yang lalu. Salah satunya Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, Kamis (17/06/2021).

Pakar Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Amri SE MSi mengatakan kepada Dialeksis.com, Minggu (20/06/2021), Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bisa dilaksanakan secara daring dan bisa diwakilkan oleh orang lain.

“RUPS ini bisa dilaksanakan dengan dua kondisi, yaitu secara online atau daring dan tatap muka. Bahkan bisa diwakilkan dengan kondisi tertentu," ucapnya.

Dosen pemegang sertifikat Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo Jepang menjelaskan, RUPS yang dimaksud jika dilakukan secara online atau daring bisa dilakukan dengan kondisi yang tertentu, seperti saat ini kita semua ketahui dunia sedang dilanda pandemi Covid-19.

“Dan jika ingin dilakukan secara tatap muka, maka orang yang memiliki saham tertinggi harus hadir ketika RUPS dilaksanakan. Namun ada kondisi tertentu yang bisa membuat pemegang saham terbesar tersebut bisa diwakilkan. Pertama jika beliau berhalangan karena sakit atau dalam kondisi yang tidak memungkinkan hadir atau meninggal dunia, maka bisa diwakilkan kepada bawahannya sesuai struktural pemerintahan,“ jelasnya.

Dirinya menambahkan, hal ini sudah tertulis pada Pengertian Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Mantan Sekretaris Magister Manajemen Program Pascasarjana USK tersebut juga menambahkan, saat ini diketahui bahwa pemegang saham terbesar adalah Pemerintah Aceh atau Nova Iriansyah selaku Gubernur Aceh.

“Jika memang ingin dilaksanakan, maka segera laksanakan sesuai peraturan yang berlaku. Dan jika kita melihat secara struktural pemerintah kita ada yang namanya gubernur, di bawah gubernur ada wakil gubernur, dan di bawahnya ada Sekda dan seterusnya. Jadi bisa diwakilkan asal ada surat pendelegasian atau surat perwakilan, jadi tetap bisa dilaksanakan," ucapnya.

Sementara itu diketahui saat ini Gubernur Aceh Nova Iriansyah sedang isolasi mandiri karena terkena Covid-19. Kondisi gubernur saat ini belum diketahui.

Dr. Amri menambahkan, Bank Aceh Syariah ini adalah salah satu pondasi penting bagi Aceh, karena Bank Aceh Syariah terus-menerus mengukir prestasi dan membanggakan Aceh.

“Jadi tertundanya RUPS ini bisa menjadi penghalang bagi BAS untuk terus mengukir prestasi dan dapat menjadi penghalang bagi BAS untuk menjadi bank tujuan dari sistem perbankan itu sendiri. Aceh ini milik kita bersama bukan milik individu," tukasnya.

Diketahui, berdasarkan pengertian yang diberikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), RUPS memiliki peran dan kewenangan tersendiri yang diatur berbeda dari Dewan Komisaris maupun Direksi.

Permintaan pelaksanaan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau 1 orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar (AD) menentukan jumlah yang lebih kecil. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasan mengapa perlu diadakannya RUPS, yang dilansir dari kontrakhukum.com.

Dan juga, Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 OJK pada 22 November 2011, kebijakan politik hukum nasional mulai memperkenalkan paradigma baru dalam menerapkan model pengaturan dan pengawasan terhadap industri keuangan Indonesia. Terhitung sejak 31 Desember 2013, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan menjadi kewenangan OJK.

Sebagaimana lembaga independen yang baru di Indonesia, OJK diharapkan dapat melaksanakan salah satu tugas Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan sektor perbankan di Indonesia, terutama di Aceh yang saat ini juga memiliki Bank Aceh Syariah (BAS).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan operasional bank syariah adalah berwenang menilai dan memastikan bahwa bank syariah melaksanakan kegiatan operasional berdasarkan prinsip-prinsip syariah melalui pengawasan off site dengan analisis laporan yang disampaikan DPS, maupun melalui pengawasan on site atau hasil audit OJK secara langsung.

“Jika dikontekskan dalam perihal yang terjadi saat ini, tertundanya RUPS Bank Aceh Syariah maka bisa dikatakan, jika telah lewat 6 bulan setelah tahun buku berakhir maka tidak boleh lagi dibuat RUPS tahunan. Sehingga, laporan pertanggungjawaban, penggunaan kekayaan perusahaan dan lainnya yang dilakukan direksi dalam tahun tersebut tidak bisa disahkan," pungkas Dr. Amri.

Dr. Amri menutup pembicaraan dengan harapan, semoga RUPS segera terlaksana, dan BAS segera bisa menjadi bank syariah yang dapat membangun ekonomi Aceh dan mensejahterakan Aceh. [Ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda