KIP Menyesuaikan dengan UUPA
Font: Ukuran: - +
Reporter : puh
DIALEKSIS.COM, BANDA ACEH - Konsekuensi dari Putusan MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pemilu pada Kamis 1 Januari 2018. ini, maka seleksi KIP (Aceh dan Kabupaten Kota) maupun Panwaslih (Aceh dan Kabupaten/Kota) tetap menyesuaikan kembali pengaturannya sebagaimana UUPA.
Pengamat Politik dan Keamanan, Aryos Nivada, mengatakan pelaksanaan seleksi KIP Aceh dilaksanakan oleh DPRA, dan KIP Kabupaten/Kota yang dilaksanakan DPRK harus disesuaikan dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Komposisi komisioner juga, kata Aryos tidak berubah. Masing-masing tujuh orang untuk KIP Aceh, dan lima orang untuk KIP Kabupaten/Kota 5 orang.
Menurut Aryos, MK harus mengakui keistimewaan dan kekhususan Aceh, karena diatur UUPA bahwa Aceh sebagai daerah berstatus khusus.
Secara substansi kewenangan konsultasi yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 269 UUPA. Hal ini khusus diberikan kepada Pemerintahan Aceh tidak kepada daerah-daerah lainnya, baik yang diatur dengan undang-undang khusus atau istimewa maupun yang diatur dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Aryos Nivada, bila perubahan UUPA oleh DPR tidak melakukan konsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA, maka proses perubahannya secara yuridis formal menjadi tidak sah.
Diungkapkannya, sampai saat ini diketahui pemerintah pusat tidak menyertakan bukti konsultasi antara pemerintah pusat dan DPRA. Sehingga MK menilai pencabutan pasal dalam UUPA tersebut belum lah melalui proses konsultasi sebagaimana diamanatkan UUPA.
Aryos mengingatkan bahwa meskipun proses seleksi KIP tetap dikembalikan kepada DPRA, namun prosedur rekrutmen haruslah dilakukan secara transparan.
"Proses seleksi KIP ke depan harus transparan, dan dibuka peluang bagi publik untuk melakukan monitoring dan evaluasi," tukas Aryos.
DPRA harus menjamin track record calon komisoner KIP yang diseleksi ke depan dengan membuka ruang bagi publik untuk mengawasi jalannya proses rekrutmen KIP dan Panwaslih