KontraS Aceh Pertanyakan Tim Terpadu Soal Rumah Ibadah di Aceh Singkil
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh kembali mempertanyakan kinerja Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Pendirian Tempat Ibadah di Aceh Singkil.
Hingga dua tahun berlalu, tim tersebut tak kunjung memberi kontribusi yang berarti bagi penyelesaian masalah pembatasan rumah ibadah di sana.
Sementara, imbas dari pembiaran itu, sebagian umat beragama di Singkil hingga kini masih sulit beribadah dengan nyaman di tempat selayaknya.
“Terabaikannya hak untuk beribadah bagi umat beragama di Aceh Singkil, menuntut tanggung jawab negara yang dalam hal ini pemerintah melalui Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Tempat Ibadah, tapi hingga kini tampaknya Pemerintah Aceh terkesan masih diam saja tanpa ada tindakan yang kongkret dan terukur,” ujar Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, Senin (4/10/2021).
Pasca menggelar Workshop Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Aceh Singkil, tanggal 30 September 2021 lalu, KontraS Aceh menjaring sejumlah masukan terkait kondisi keberagaman di wilayah tersebut.
Masyarakat Singkil, kata dia, pada dasarnya tidak pernah punya persoalan mengenai relasi sosial antar umat beragama. Kedua pihak, baik muslim dan kristen, hidup rukun dan berinteraksi seperti biasa baik itu dalam urusan ekonomi akan tetapi pada saat berbicara tentang Pendirian Rumah Ibadah baru muncul kekhawatiran dari berbagai pihak, kalau mendukung pendirian rumah ibadah kristen akan dianggap mendukung upaya kristenisasi akan tetapi disisi lain setiap umat beragama perlu beribadah.
Namun, lanjutnya, isu yang muncul sewaktu-waktu soal pembatasan pendirian gereja, rentan dikapitalisasi oleh pihak-pihak tertentu sehingga dikhawatirkan memancing gejolak intoleransi di sana. Masalah ini pun terus saja diwariskan turun temurun, sehingga tetap menjadi beban dan tantangan bagi generasi muda di Singkil.
Hendra mengabarkan, sejumlah pemuda yang ikut hadir dalam workshop tersebut, menyampaikan kekhawatiran mereka soal masalah rumah ibadah di Singkil yang tak kunjung menemui titik terang.
Pemerintah, jelas dia, dianggap perlu menjembatani upaya dialog antar umat agama secara setara, agar ada solusi bersama demi menjaga keharmonisan di Singkil. Tentunya solusi tersebut berorientasi pada pemenuhan hak secara adil bagi semua kalangan.
“Maka untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah seharusnya tidak diam saja. Kita semua menunggu kerja-kerja nyata dari Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Rumah Ibadah di Aceh Singkil, jangan diam saja setelah timnya dibentuk,” tegasnya.
Seperti diketahui, pada November 2020 silam, Pemerintah Aceh melalui Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.2/1573/2020 membentuk Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Tempat Ibadah di Aceh Singkil. Tim ini bertugas mempertemukan lintas kalangan di Singkil guna menjalin kesepakatan, menyusun kajian komprehensif terkait masalah tempat ibadah di Singkil, serta melakukan analisis alternatif solusi dan melakukan sosialisasi terhadap hasil kajian tersebut. [akh]