LPLHa Bersama WGII Inventarisasi AKKM di Aceh Utara
Font: Ukuran: - +
Reporter : Rizkita Gita
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan HAM Aceh (LPLHa) bersama Working Group ICCAs Indonesia (WGII) melakukan inventarisasi Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM) di Desa Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendokumentasikan praktek-praktek konservasi yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat dalam pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Kepala Divisi Konservasi LPLHa, Hanif, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan kombinasi diskusi, wawancara, dan survei lapangan transek. Semua kegiatan dilaksanakan secara partisipatif, dengan data yang dihimpun berdasarkan pengetahuan dan informasi dari masyarakat setempat.
“Kami berusaha agar Negara mengakui praktek-praktek baik yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam,” ungkap Hanif kepada Dialeksis.com melalui pesan tertulis pada Senin (25/11/2024).
Di Indonesia, UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem telah disahkan. Melalui WGII, hasil pertemuan selama tiga hari ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyempurnaan undang-undang tersebut, serta memperjuangkan pengakuan terhadap hak dan kearifan lokal masyarakat adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Hanif menambahkan, hasil kegiatan ini nantinya akan berupa daftar praktek baik yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di desa mereka.
Informasi penting lainnya, seperti keberadaan sumber mata air, situs sejarah, serta sejarah desa, akan didokumentasikan dalam bentuk tertulis. Dokumentasi ini akan menjadi bahan pendukung untuk proses registrasi AKKM Desa Peurupok.
Reni Andriani dari WGII, yang hadir langsung dari Bogor bersama Bryan Danu Oktonine (Specialist Spatial), menjelaskan bahwa AKKM adalah ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati, jasa ekologis, dan nilai-nilai budaya yang dilindungi dan dikelola oleh masyarakat adat atau lokal berdasarkan sistem hukum adat dan kearifan lokal yang berlaku.
“Selain untuk meningkatkan visibilitas ketersediaan data pengetahuan dan kearifan lokal, dokumentasi AKKM/ICCAs sangat penting dalam mendukung inisiatif akar rumput dan gerakan untuk mengakui pengetahuan lokal dalam pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam,” jelas Reni.
WGII, yang merupakan bagian dari The ICCA Consortium, sejak 2011 telah membantu mendokumentasikan AKKM di Indonesia. Hingga November 2024, tercatat sekitar 234 AKKM dengan luas lebih dari 582.000 hektar. Proses dokumentasi ini mencakup registrasi, pengisian data sosial dan spasial, serta verifikasi lapangan.
LPLHa terus berupaya memperkenalkan dan mendukung praktek-praktek konservasi yang berbasis kearifan lokal untuk melindungi keanekaragaman hayati di Kabupaten Aceh Utara. Selain itu, LPLHa juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal dalam setiap upaya perlindungan alam.
Sebelumnya, pada 23-24 September 2024, LPLHa telah memfasilitasi pertemuan antara Geuchik Peurupok dan beberapa geuchik lainnya dengan pihak BKSDA Aceh dan DLHK Provinsi Aceh di Banda Aceh. Pertemuan ini membahas isu perlindungan satwa dan peningkatan ekonomi masyarakat.***