Menko Polhukam: Kejagung Bersikap Profesional Tangani Kasus KSP Indosurya
Font: Ukuran: - +
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. [Foto: ANTARA]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah bertindak profesional dan sungguh-sungguh, dalam menangani kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
"Kasus KSP Indosurya itu ya kalau dari sudut kami, Kejaksaan Agung sudah sangat profesional dan sungguh-sungguh," kata Mahfud melalui keterangan tertulisnya, Selasa (31/1/2023).
Mahfud menyayangkan pihak-pihak yang menyudutkan Kejagunh terkait vonis bebas terhadap terdakwa dalam kasus tersebut, padahal dakwaan yang diberikan jaksa penuntut umum sudah jelas.
"Orang-orang membuat spanduk-spanduk seakan-akan Kejaksaan Agung harus diperiksa. Jelas kok, dakwaannya jelas. Tapi, pengadilan yang memutuskan bebas," ucap Mahfud.
Menurut Mahfud, perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya itu termasuk tindak pidana, sebagaimana yang pernah ia diskusikan bersama para perwakilan Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri.
"Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menyatakan itu, bagaimana Indosurya itu menghimpun uang dari masyarakat, padahal bukan bank, kan tidak boleh. Kemudian dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang tersembunyi. Itu kan pencucian uang, melanggar UU Perbankan, melanggar masalah tindak pidana pencucian uang," kata Mahfud.
Mahfud menyampaikan, pemerintah akan melakukan kasasi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis bebas terdakwa penipuan dan penggelapan KSP Indosurya itu.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menilai tindakan terdakwa dalam perkara KSP Indosurya itu, yakni pemilik sekaligus pendiri KSP Indosurya Henry Surya bukan merupakan ranah pidana, melainkan perdata.
Padahal, tuntutan dari JPU bisa membuat bos Indosurya itu didakwa tuntutan pidana penjara selama 20 tahun dan denda Rp200 miliar subsider satu tahun kurungan. [InfoPublik]