kip lhok
Beranda / Dialog / Zubir Sahim: PEMA, Mesin Kecil di Pacuan Besar Menggerakkan Ekonomi Baru Aceh

Zubir Sahim: PEMA, Mesin Kecil di Pacuan Besar Menggerakkan Ekonomi Baru Aceh

Jum`at, 27 September 2019 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Zubir Sahim, Plt Dirut PT PEMA. [Foto: Ikbal Fanika/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Perekonomian Aceh dua dekade ini belum menunjukkan tren positif. Meskipun sejak 2008 mendapat kucuran dana otonomi khusus dari Pemerintah Pusat setiap tahun, belanja pemerintah masih bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). 

Kini pemerintah daerah mulai menabur benih ekonomi baru di sejumlah daerah. Kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) dikembangkan. Lahir pula perusahaan daerah yang akan mengelola kawasan tersebut.

Pada 5 April 2019, Pemerintah Aceh meresmikan pendirian PT Pembangunan Aceh (PEMA), transformasi dari perusahaan daerah lama bernama Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA). Aktivitas perusahaan ini tak lagi terikat dengan birokrasi, tapi beroperasi layaknya sebuah entitas bisnis atau korporasi.

Zubir Sahim, yang sebelumnya menjabat Plt Direktur Utama (Dirut) PDPA, kemudian juga dipercayakan sebagai Plt Dirut PT PEMA. Makmur dan Ikbal dari Dialeksis.com melakukan dialog dengan Zubir Sahim di Kantor PEMA, di Banda Aceh, Rabu (25/9/2019). 

Banyak hal diungkapkan eks Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) ini, termasuk kenapa ia memutuskan mau memimpin PT PEMA di saat minim dukungan dan bayang-bayang masa lalu PDPA. Berikut petikan wawancara kami:

Apa harapan Pemerintah Aceh dengan membangun Kawasan Industri Aceh di Ladong?

Sebagaimana kita ketahui, untuk mengangkat potensi suatu daerah, sumber daya alamnya terutama bahan baku yang akan diproduksi, itu kita selalu tidak punya nilai tambah dalam segi processing (pengolahan_red) dan marketing (pemasaran_red) hari ini.

Oleh karenanya, pola bagaimana mengangkat potensi, ada processing dan marketing, itu harus satu. Untuk itu, makanya, di processing inilah yang akan memberikan nilai tambah untuk kita, yang selama ini selalu kita peroleh di luar daerah. Sehingga masyarakat (Aceh_red) selalu tidak mendapat suatu kontribusi terhadap nilai tambah yang diperoleh orang lain.

Tapi kalau kita buat di daerah sendiri, nilai tambah ini akan bisa kita berikan kepada masyarakat, sehingga hasil produksinya itu tentu bisa kita angkat harganya. 

Begitu juga kalau sudah diproses di sini, marketing-nya bisa kita jaga ke luar atau pun ke dalam.

Misalnya bagaimana?

Misalnya bahan baku kita selalu dibawa ke luar atau tempat yang ada industri. Karena ini menyangkut dengan masyarakat, transportasi jauh, marketing kurang, sehingga kita tidak bisa atur harga, akibatnya harga tidak stabil.

Tapi kalau kita punya kawasan industri sendiri, harganya bisa stabil dan marketing pun bisa kita jaga.

Cuma, ada yang perlu kita lihat dalam proses ini. Pertama adalah menjaga kualitas yang diinginkan. Kedua, kuantitas, bahwa produk yang kita hasilkan ini yang bisa andal dalam pola marketing tadi. Dan yang paling penting adalah kontinuitas terhadap proses ini.

Inilah makanya diperlukan sebuah kawasan seperti yang kita harapkan ini.

Rapat membahas pengembangan KIA Ladong di Kantor PT PEMA, Banda Aceh, Rabu (26/9/2019). [Foto: Ikbal Fanika/Dialeksis.com]

Di KIA Ladong ini, yang pertama harus kita bangun adalah pusat logistik. Seluruh bahan yang diproduksi di daerah kita ini semuanya akan dipusatkan di pusat logistik, yang selama ini selalu berada di luar.

Di pusat logistik ini, kita bisa memproses bahan yang bisa diolah, bisa juga yang langsung mendapatkan pasar di luar.

Yang akan kita butuhkan, pertama pusat logistik dalam bentuk pergudangan (terpadu_red). Kedua, pusat logistik berikat (PLB). PLB ini bahwa kalau barang belum lagi dibawa kepada daerah konsumen atau ke luar negeri, ini masuk PLB dulu. Ini belum dikenakan biaya.

Demikian juga kalau ada bahan baku dari luar untuk kita proses, ini belum kena biaya. Jadi di PLB ini nanti Bea Cukai yang akan mengontrol.

Bagaimana prospek KIA ini dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat Aceh ke depan?

Tadi kita lihat, kita sekarang antara kesempatan kerja, tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi, ini harus satu rangkaian; tak bisa dilepaskan.

Kalau kita membuka satu (kawasan industri untuk mengolah_red) produk yang kita hasilkan, maka disini kesempatan kerja akan terbuka, dan nilai tambah akan bertambah, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi juga lebih cepat berkembang.

Itu caranya seperti apa, Pak? Apakah dengan cara memberikan bantuan seperti space-space bagi pengusaha lokal di kawasan itu?

Di sini kan ada usaha menengah (Industri Kecil Menengah/IKM_red), yang artinya bagaimana bahan baku yang ada diproses menjadi barang jadi dalam bentuk yang kualifikasi lebih besar.

Ada lagi yang ke bawah (pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah/UMKM_red), itu melakukan processing di kawasan ini, yang selama ini mungkin terpisah-pisah. Mereka nantinya akan berkumpul di sini dengan berbagai produk yang dihasilkan. Sehingga, kembali lagi, nilai tambah ini akan kita peroleh di daerah kita sendiri.

Di mana peran PT PEMA dalam membangun kawasan industri ini?

Em… PT PEMA ini satu-satunya perusahaan daerah yang dibangun Pemerintah Aceh dan ini sudah cukup lama. 

Dulu namanya Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) sekarang menjadi perseroan terbatas. Namanya PT Pembangun Aceh Holding. Jadi dia nanti menjadi satu holding company (perusahaan induk), di mana perusahaan-perusahaannya nanti ada berbagai bidang.

Ada di bidang industri. Satu, KIA Ladong. Ini 100 persen kita kelola, di mana para tenant nanti akan mengelola industri di kawasan ini.

Kedua, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun hasil konsorsium empat perusahaan, yaitu PT PEMA, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pertamina, dan PT Pelindo. Keempat perusahaan ini nanti yang akan mengelola KEK Arun, merupakan anak perusahaan dari PT Patriot Nasional Aceh. Ini sudah mulai bergerak.

Demikian juga PT PEMA, mengelola seluruh kegiatan yang dilakukan pihak kontraktor kerjasama migas di Aceh. Karena kita ada keistimewaan di Aceh, untuk regulasi dalam bidang migas, itu dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA). 

Terkait: BPMA Membuka Kran Pendapatan Aceh

Mereka sebagai regulator, tapi sebagai eksekutor dan kerjasama dengan semua-semua perusahaan yang berinvestasi di Aceh, itu semua ada kewenangan kita (PEMA), ada participating interest (hak partisipasi_red) kita, seperti dengan Medco, Pertamina, Triangle Pase, Zaratex, Repsol, dan perusahaan-perusahaan yang akan berurusan dengan oil and gas (migas) di Aceh.

Selanjutnya, PEMA juga mengurusi bidang agro, seperti perkebunan, pertanian, perikanan, dan bidang-bidang yang terkait agro ini. Demikian juga dalam bidang properti dan jasa perdagangan lainnya. 

Jadi holding company ini akan melahirkan banyak anak perusahaan lainnya ke depan.

Terus terang, PT PEMA ini belum enam bulan. Bagaimana ini sedang kita siapkan menjadi sebuah holding company yang betul-betul menjadi motor penggerak terutama dalam menghasilkan PAD untuk Pemerintah Aceh, tetapi (peran_red) yang paling besar itu bagaimana menghela perkembangan dunia usaha yang ada di Aceh.

Jadi kita menjembatani antara dunia usaha dengan pemerintah, sehingga kita ikut memberikan kontribusi dan memfasilitasi agar usaha-usaha di Aceh dapat berkembang dengan baik.

Sejauh ini sudah berapa banyak pengusaha dari Aceh, baik UMKM atau IKM, yang sudah berada di bawah PT PEMA?

Sekarang yang terdaftar itu ada 20 lebih. Kita sering lakukan pertemuan di sini. Mereka nanti saling kita bina. 

Mereka adalah pelaku-pelaku ekonomi, terus terang kita lihat, potensinya cukup besar yang selama ini mungkin agak terabaikan. Yang nantinya mereka bisa banyak menggunakan tenaga kerja lokal dan memanfaatkan hasil produk baik pertanian, perkebunan, perikanan, kerajianan, dan sebagainya.

Kemudian kenapa harus ada PLB ini? Mungkin ada bahan-bahan baku yang harus (dipasok_red) dari luar, misal kain dan semua kebutuhannya untuk kerajinan tadi misalnya, ini kita bisa menggunakan fasilitas PLB tadi. Sehingga harga modal mereka lebih kurang daripada yang selama ini dikeluarkan.

Mereka akan dapat fasilitas apa saja? Misal produsen kopi, apakah akan mendapatkan mesin roasting kopi?

Ini memang ada beberapa alternatif kita lakukan. Bisa mereka sendiri diri sebagai pemodal, bisa juga bekerjasama dengan PEMA, bisa juga PEMA dengan badan usaha lainnya. Ini sedang coba kita temukan.

Memang sedih betul kita ini. Nilai tambah, terutama kopi, bayangkan harga kalau green bean (biji kopi mentah_red) di bawah Rp 100 ribu/kg, tapi kalau sudah di-roasting (digongseng dengan mesin_red) bisa jadi sampai Rp 300 ribu/kg, yang selama ini menjadi peluang bagi orang luar.

Demikian juga dengan produk-produk lain yang punya nilai tambah, seperti peternakan, di mana pakan harus diolah di luar. Demikian juga agar ikan selalu dalam kualitas bagus, kita butuh cold storage sehingga harga ikan tidak jatuh.

Tetapi kalau kita sudah punya fasilitas ini, PLB, dan lainnya, kita bisa menentukan pasar. Sehingga para buyer (konsumen_red) cukup datang ke sini nantinya.

Peletakan batu pertama pembangunan PLB dan Pergudangan Terpadu milik PT Trans Continent di KIA Ladong, Aceh Besar, 31 Agustus 2019. [Foto: Humas Setda Aceh]

Dengan adanya PLB juga bisa melaksanakan pola forwarding, yaitu bisa mengangkut barang dari darat, laut, dan udara. Ini bisa diatur di PLB ini, karena produk olahan sudah dihimpun di sini.

Kalau kita sudah punya stok kuantitas mencukupi, kualitas terjaga, dan adanya kontinuitas, maka kita sudah bisa atur harga pasar sendiri, kemana akan kita jual. Apalagi kita bisa kerjasama dengan berbagai BUMD di daerah lain, seperti yang sudah kita lakukan dengan badan usaha di Jawa Barat beberapa bulan lalu.

Perusahaan Trans Continent sudah invest di KIA Ladong, mereka khusus di bagian logistik?

Ya, Trans Continent sebuah perusahaan yang kebetulan punya putra daerah kita (Ismail Rasyid asal Aceh Utara_red). Dia punya 16 pusat logistik di pelabuhan se-Indonesia di mana peluang ini bisa kita gunakan untuk KIA.

Selain Trans Continent, perusahaan apa saja?

Em… Tenant kita itu dalam bidang mebel dari Informa, ada juga bidang reparasi bed rumah sakit. Habis tu, dalam bidang metal, untuk baja ringan, di mana selama ini kita beli dari luar dengan harga cukup tinggi padahal bahan bakunya kalau diolah di sini (harganya_red) lebih murah dari tempat lain.

Demikian juga pembuatan atap, seng, dan sebagainya. Berikutnya juga dalam bidang bahan baku kayu, juga bahan baku rotan. Itu untuk furniture dan untuk kebutuhan perabotan lainnya.

Kita juga mengolah bahan baku bebatuan, karena Aceh punya bahan baku marmer, granit, dan sebagainya. Tenant-tenant untuk itu sudah ada di KIA.

Dalam proyeksi pembangunan KIA Ladong, kapan kira-kira aktivitasnya akan beroperasi?

Terus terang kawasan ini sudah dibuat cukup lama, mungkin sudah sekian belas tahun. Kita melihat setiap tahun hanya menyediakan infrastruktur, tapi belum ada action.

Dengan adanya PEMA, ini sebuah perubahan besar. Kawasan ini punya pemerintah, kita juga punya pemerintah, dan ini kita (PEMA) kelola.

Kita harapkan.. Baru beberapa bulan ini saja, animo dari tenant-tenant cukup tinggi. Jangankan dari daerah kita, waktu kita buka kemarin, minat dari orang luar juga cukup tinggi, baik dari luar daerah maupun luar negeri, terutama dari Malaysia.

Terkait: Memupuk Ekonomi Baru Aceh

Apalagi kita ini dalam pola pengembangan ekonomi regional, ada IMT GT (Indonesia Malaysia Thailand-Growht Triangle). Kita sudah berkali-kali melakukan pertemuan, apalagi kita dekat dengan negara-negara yang saling membutuhkan. Kita terus mengikuti perkembangan ini.

Kita harapkan tadi dengan adanya perkembangan ekonomi di kawasan industri ini bisa menjawab realita yang selama ini: bagaimana tantangan kita ubah menjadi peluang.

Targetnya, kira-kira kapan industri akan beraktivitas di KIA?

Saya pikir, kalau tahun.. ini sudah mulai, boleh lihat di lapangan, sedang dikerjakan. Mungkin beberapa bulan lagi gudang-gudang ini sudah berdiri. Beberapa perusahaan juga sudah meng-indent mesin-mesin dari luar, sehingga ini akan cepat.

Jadi semangat ini cukup bagus. Baru-baru ini Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) Aceh juga cukup bersemangat dengan kawasan ini. Saya rasa momentum yang paling tepat adalah sekarang ini.

Kalau momentum ini tidak kita gunakan dengan baik, saya pikir, momentum seperti ini bakal sulit kita ulang. Agak sulit, ya, karena kita ini sudah ketinggalan cukup jauh.

Kira-kira Pak, ketika kawasan itu aktif, akan mampu menampung berapa banyak tenaga kerja?

Saya tidak melihat terlalu anu, orang bekerja di kawasan.

Dalam bentuk nilai?

Ya, yang kita lihat itu nanti akan terjadi multiplier effect, hulu-hilir.

Kalau industri sudah ada, orang akan menyiapkan bahan baku. Berapa banyak petani-petani nanti yang bakal tumbuh. Tenaga kerja yang begitu banyak muncul.

Habis tu, dalam processing dan segala macam, ini juga akan menyerap tenaga kerja. Demikia juga dalam forwarding, akan ada juga.

Saya dengar juga beberapa pengusaha kita sudah berhimpun, ingin menyiapkan sarana kapal laut, yang selama ini gak terbayang kita.

Kemarin mereka langsung berkomitmen untuk membeli kapal, terutama untuk inter-insuler (transportasi laut antarpulau_red). Keliling laut Aceh karena kita daerah pantai, untuk kita angkut ke Ladong atau Lhokseumawe, demikian juga ke negara-negara jiran.

Ini harapan kita. Saya pikir semangat dari dunia usaha ini sudah cukup besar. Kita dari PT PEMA akan memberikan support agar dunia usaha ini cepat tumbuh lah di Aceh.

Bagaimana kesiapan PEMA sendiri?

Ini.. yang lucunya, PEMA ini adalah perusahaan yang saya pikir sudah cukup lama (dulu PDPA_red), terus, sering sakit. 

Nah, ini baru sembuh sakit, disuruh lari kencang dengan kekuatan yang sangat minim, minim sekali!

Dalam hal?

Tenaga, SDM kita minim. Kita juga belum punya fasilitas yang cukup. Jadi kita bergerak ini adalah bagaimana supaya efektif semuanya, tentu yang penting adalah dorongan semangat dari seluruh kawan-kawan (mitra kerja_red) yang lain.

Walaupun PEMA ini kecil, tapi harus bisa memberi kontribusi bagi yang lain. 

Insya Allah kalau ke depan mungkin akan lebih. Karena bidang yang akan ditangani cukup besar, apalagi bidang oil and gas, ini satu bidang yang betul-betul akan menyerap tenaga kerja besar dan memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan daerah.

Kita juga sedang meningkatkan kapasitas SDM kita. Saya sebentar lagi juga akan bekerjasama dengan Fakultas Teknik Unsyiah, dengan Pak Rektor juga sudah ketemu di sini kemarin.

Kita upayakan bagaimana SDM yang dihasilkan nanti bisa diarahkan dengan potensi di sini. Jadi pola SDM yang dikembangkan di Unsyiah akan menyesuaikan dengan pola kemana mereka akan mengabdi nanti.

Jangan sampai mereka sudah selesai sekolah tidak tahu akan kemana. Jadi kedua-dua hal ini harus ada link and match.

Harapan Bapak sendiri sebagai Dirut PEMA kepada Pemerintah Aceh, bagaimana?

Saya sebenarnya mau di sini juga karena melihat semangat Pemerintah Aceh. Saya sendiri sebenarnya bukan pelaku bisnis tulen. Saya sebenarnya adalah pekerja sosial.

Tapi Bapak pernah jadi Kepala BPKS, pernah jadi pemegang beberapa jabatan?

Ya, itu hanya jabatan-jabatan seperti ini, tapi mungkin kesuksesan belum banyak. Tapi saya melihat dengan semangat dari pemerintah sekarang, dimana punya tekad ingin merubah bagaimana Aceh ke depan, dan saya juga melihat visi dan misinya cukup bagus.

Saya ketika diajak untuk ikut-ikut sama, saya mencoba lah, walaupun saya secara umur sudah tak sesuai lagi. Saya pikir dengan semangat ini, saya pikir hanya pada tahap penyiapan.

Begitu penyiapan ini selesai, pola-pola perusahaan ini bisa settle, SDM sudah cukup mampu, komunikasi dan kerjasama juga sudah cukup bagus, baik dalam maupun luar negeri.

Bapak yakin dengan kawasan industri ini?

Kalau saya tidak yakin, saya tidak akan masuk ke situ. Saya setiap bergerak itu, pertama niat, yakin, teruskan.

Apapun yang bakal kita tempuh ke depan, lihat tiga hal itu. Tapi kalau niatnya sudah gak betul, itu gak usah lah.

Ini pun saya coba dengan niat, habis tu berusaha mencapai sasaran, kalau istilah Pak Plt Gubernur Aceh (Nova Iriansyah): kita mulai dari yang kecil untuk menjadi besar. Tidak usah kita mengerjakan yang besar, habis tu hilang.

Makanya kita mulai dari yang kecil ini untuk menjadi yang besar. Tapi kalau berpikir, cita-cita kita harus besar. Jangan cita-cita kecil, begitu penuh tidak tahu mau isi kemana lagi nanti. 

Jadi buatlah cita-cita yang besar, sehingga semua orang akan masuk mewujudkannya.(Makmur Emnur)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda