DIALEKSIS.COM | AS - Pemerintah Amerika Serikat mulai menerapkan kebijakan baru yang mewajibkan wisatawan dari dua negara Afrika, yaitu Malawi dan Zambia, untuk membayar jaminan visa hingga 15.000 dollar AS atau sekitar Rp 245,6 juta (kurs Rp 16.375 per dollar AS).
Kebijakan yang mulai berlaku pada 20 Agustus 2025 ini ditujukan bagi wisatawan yang mengajukan visa kunjungan bisnis atau wisata (B1/B2), dan bertujuan untuk menekan angka pelanggaran masa tinggal visa atau overstay.
Namun, langkah ini langsung menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai kebijakan tersebut bersifat diskriminatif dan eksploitatif, terutama terhadap negara-negara miskin.
"Ini bukan tentang keamanan nasional. Ini tentang mempersenjatai kebijakan imigrasi untuk memeras pengunjung yang rentan, menghukum negara-negara yang tidak disukai, dan mengubah keset selamat datang Amerika menjadi tembok pembayaran," kata Robert McCaw, Direktur Urusan Pemerintahan dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) dalam pernyataan resminya, Selasa (5/8/2025).
Jaminan Visa Bisa Hilang Jika Melebihi Batas Tinggal
Dalam kebijakan tersebut, wisatawan dari Malawi dan Zambia yang ingin berkunjung ke AS harus menyetorkan jaminan antara 5.000 hingga 15.000 dollar AS pada saat wawancara visa. Uang jaminan akan dikembalikan penuh jika wisatawan tersebut Meninggalkan AS tepat waktu sesuai masa berlaku visa; Tidak jadi melakukan perjalanan ke AS; atau Mendapat penolakan visa atau dilarang masuk.
Sebaliknya, jika wisatawan melebihi masa tinggal visa, mengajukan suaka, atau menggunakan jalur imigrasi lainnya selama berada di AS, maka uang jaminan akan disita oleh pemerintah federal.
Pemerintah AS, melalui juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce, membela kebijakan ini sebagai "langkah terarah dan masuk akal" untuk menegakkan hukum imigrasi.
"Kebijakan ini memperkuat komitmen pemerintah terhadap hukum imigrasi AS sekaligus mencegah kelebihan masa berlaku visa," ujar Bruce.
Meski demikian, pihaknya juga mengonfirmasi bahwa daftar negara yang dikenai jaminan visa dapat bertambah di masa mendatang, tergantung pada data overstay yang dirilis tiap tahun. [Aljazeera]