DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelaksanaan Hukuman Mati sebagai bagian dari adaptasi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan berlaku pada 2 Januari 2026. RUU ini menjadi krusial dalam memastikan transisi sistem hukum berjalan dengan adil dan memberikan kepastian hukum, khususnya bagi terpidana mati.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan bahwa perubahan KUHP membawa pendekatan baru terhadap hukuman mati. Menurutnya, eksekusi tidak bisa dilakukan secara langsung.
“Dalam KUHP Nasional ini, hukuman mati yang dijatuhkan tidak dapat langsung dilaksanakan,” ujar Yusril dalam keterangan resminya yang diterima pada Rabu (9/4/2025).
Ia menambahkan bahwa para terpidana mati akan ditempatkan dalam masa percobaan selama 10 tahun. “Jika selama masa tersebut mereka menunjukkan penyesalan dan pertobatan, maka hukumannya dapat diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup,” jelasnya.
Yusril juga menegaskan bahwa perubahan ini berdampak langsung pada kasus-kasus lama yang diputus berdasarkan KUHP peninggalan Belanda. “Sebagai pemerintah, kami harus memikirkan bagaimana nasib terpidana mati berdasarkan KUHP Belanda yang sekarang sudah inkrah,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pidana mati kini bersifat khusus dan terbuka untuk dikomutasi, terutama dalam konteks pelaksanaan yang mempertimbangkan kemanusiaan, seperti perempuan hamil, ibu menyusui, atau penderita gangguan jiwa.
Dengan perubahan ini, pemerintah berharap penerapan hukuman mati dapat lebih selaras dengan nilai-nilai keadilan dan hak asasi manusia yang berkembang. [*]